News / Nasional
Rabu, 06 Agustus 2025 | 12:36 WIB
Plt Sekda Pati Nyaris Adu Jotos dengan Warga (TikTok)

Suara.com - Ketegangan meletup di Kabupaten Pati menyusul kebijakan kontroversial Bupati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen.

Kebijakan ini menuai protes keras dari masyarakat, bahkan berujung pada insiden nyaris baku hantam antara Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Pati, Riyoso, dengan warga pada Selasa, 5 Agustus 2025.

Aksi protes dimulai ketika kelompok warga yang menamakan diri "Masyarakat Pati Bersatu" mendirikan posko donasi di sekitar Kantor Kabupaten Pati.

Posko ini menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan kenaikan PBB dan difungsikan untuk mengumpulkan logistik, khususnya air mineral, sebagai persiapan unjuk rasa besar-besaran yang dijadwalkan berlangsung pada 13 Agustus 2025.

Kehadiran posko ini sekaligus menjadi jawaban atas pernyataan Bupati Sudewo yang menantang rakyat untuk mendatangkan puluhan ribu demonstran, dengan menyatakan dirinya tak gentar.

Namun, suasana memanas ketika petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pati datang dan meminta agar posko tersebut dipindahkan.

Alasannya, area Alun-alun Pati akan digunakan untuk rangkaian acara Hari Jadi ke-702 Kabupaten Pati dan HUT ke-80 RI. Permintaan itu ditolak warga.

Tak lama, Satpol PP mulai mengangkut kardus-kardus berisi air mineral ke dalam truk, yang memicu kemarahan dan aksi rebutan dari warga.

Situasi semakin tak terkendali saat Plt. Sekda Pati, Riyoso, turun langsung ke lokasi bersama Plt. Kepala Satpol PP, Sriyatun.

Baca Juga: Siapa Sudewo? Bupati Pati yang Bikin Geger karena Naikkan PBB 250 Persen

Riyoso menginstruksikan agar logistik diamankan. Namun langkah ini ditentang keras oleh Koordinator Aksi, Ahmad Husein. Adu mulut yang panas pun tak terelakkan.

Ketegangan memuncak saat Riyoso terlibat aksi saling dorong dada dengan sejumlah warga. Dia akhirnya ditarik kembali ke dalam kantor guna meredakan emosi massa.

Dalam klarifikasinya, Riyoso menyatakan bahwa penyitaan logistik bersifat sementara, semata untuk menjaga ketertiban karena lokasi akan digunakan untuk acara Kirab Boyongan pada 7 Agustus.

Dia juga mengaku menemukan narasi provokatif di dalam kardus logistik yang dikhawatirkan dapat memicu gesekan horizontal antarwarga.

Meski demikian, Riyoso menegaskan bahwa pihaknya tetap menghormati aspirasi masyarakat yang ingin menolak kenaikan PBB.

Sementara itu, warga menganggap tindakan aparat dan pejabat sebagai bentuk arogansi kekuasaan.

Mereka menyebutkan bahwa posko telah disertai surat pemberitahuan resmi dan menyesalkan tindakan sepihak dari pemerintah yang seolah tidak memberi ruang partisipasi dalam kebijakan publik.

Mereka menolak membubarkan posko dan menyatakan akan bertahan di lokasi hingga 12 Agustus 2025.

Di media sosial, komentar netizen pun bermunculan. Kritik keras diarahkan kepada pemerintah daerah.

"Pejabat publik kok semena-mena dengan rakyatnya," tulis seorang pengguna.

Lainnya menambahkan, "Bupati kok menantang rakyat begitu? Bagaimana mau dihargai kalau tidak bisa menghargai."

"Kasih tunjuk bahwa pengadilan rakyat melebihi pengadilan negara. Pemerintah jangan semena-mena terhadap rakyat. Tunggu waktunya, masyarakat Pati akan bergerak semua," sahut yang lain.

Di sisi lain, Bupati Sudewo berdiri teguh pada keputusannya menaikkan PBB-P2.

Menurutnya, pajak di Pati sudah stagnan selama 14 tahun, jauh tertinggal dari daerah tetangga seperti Jepara dan Rembang.

Jika dibandingkan, penerimaan PBB Pati hanya mencapai Rp29 miliar per tahun, jauh di bawah Jepara yang mengumpulkan Rp75 miliar dan Rembang Rp50 miliar.

Kebijakan ini, menurut Bupati, lahir dari rapat bersama camat dan Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati).

Dia menegaskan bahwa dana dari kenaikan pajak akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk perbaikan jalan, penanggulangan banjir, serta peningkatan layanan di RSUD RAA Soewondo.

Penyesuaian NJOP dan simulasi kenaikan tarif sudah dijelaskan melalui Peraturan Bupati Pati No. 17 Tahun 2025.

Kontributor : Chusnul Chotimah

Load More