Suara.com - Biaya kampanye yang membengkak kerap disebut sebagai salah satu biang kerok suburnya praktik korupsi di panggung politik.
Anggota DPR RI Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, menilai situasi ini tak lagi bisa dibiarkan.
Ia mengusulkan adanya aturan tegas yang menetapkan batas maksimal pengeluaran kampanye bagi seluruh peserta Pemilu.
"Kita mungkin ke depan berpikir juga harus membatasi yaitu spending (biaya kampanye). Selama ini kita kan enggak pernah membatasi spending, yang selama ini kita batasi itu penerimaan (dana kampanye)," kata Zulfikar dikutip Senun, 11 Agustus 2025.
Gagasan tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik bertema Dari Pembiayaan Partai hingga Kampanye Pemilu: Segudang PR Pembenahan Korupsi Politik yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurutnya, regulasi saat ini terlalu fokus pada sumber dana, tetapi mengabaikan sisi pengeluaran yang justru rawan dimanipulasi.
Zulfikar menekankan, mahalnya biaya kampanye menciptakan siklus yang merugikan publik.
Kandidat yang terpilih sering kali terdorong untuk “mengembalikan modal” saat menjabat, yang dalam praktiknya bisa berujung pada penyalahgunaan wewenang.
"Mungkin teman-teman ICW, dan Puskapol UI perlulah menghitung, biaya yang rasional itu berapa sih, untuk kabupaten, kota, untuk provinsi, untuk pusat berapa?" ujarnya.
Baca Juga: Dana Haji 2025 Dikorupsi? ICW Laporkan Dugaan Pemotongan Anggaran ke KPK
Sebagai perbandingan, ia mengungkap biaya pribadi saat maju di Pemilu 2019. Untuk satu kali kampanye tatap muka, ia menghabiskan Rp 13,5 juta.
"Tinggal dikalikan saja berapa kali tatap muka yang harus kita lakukan dalam rentang waktu masa kampanye itu," katanya.
Berdasarkan pengalamannya, Zulfikar menilai interaksi langsung dengan masyarakat jauh lebih efektif dibanding kampanye akbar atau pemasangan alat peraga yang menguras anggaran.
"Kita ini kan dalam kampanye itu mestinya kan menampilkan figur, rekam jejaknya, kerjanya, karyanya, prestasinya gitu ya. Terus apa tawaran alternatif kebijakannya, apa harapan yang ingin diberikan. Bukan bagi-bagi sembako, atau bakti sosial, terus kampanye akbar, itu nggak perlu," tegasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Penculik Bilqis Sudah Jual 9 Bayi Lewat Media Sosial
-
Bank BJB Batalkan Pengangkatan Mardigu Wowiek dan Helmy Yahya Jadi Komisaris, Ada Apa?
-
Pemain Keturunan Jerman-Surabaya Kasih Isyarat Soal Peluang Bela Timnas Indonesia
-
Laurin Ulrich Bersinar di Bundesliga 2: Makin Dekat Bela Timnas Indonesia?
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
Terkini
-
Bukan Hanya Satu, Ada 7 Bom di SMAN 72! Ini Detail Penemuan Densus 88
-
Gelar Pahlawan untuk Marsinah: Perjuangan Buruh Dibayar Nyawa dan Tak Pernah Terungkap Pelakunya
-
JATAM Sebut Ada Kolusi Korporasi dan Birokrasi Lokal di Balik Konflik Tambang Halmahera
-
Gebrakan Hijau Polda Riau: Tanam 21.000 Pohon, Cetak 311 Ketua OSIS Jadi Pelopor Lingkungan
-
Dari Senapan Mainan Sampai Ancaman Blokir: Benarkah PUBG Biang Keladi di Balik Tragedi SMAN 72?
-
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Waka Komisi XIII DPR Singgung Pelanggaran HAM Orde Baru
-
Profil Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan oleh Presiden Prabowo
-
Peluk Hangat Anak-anak Soeharto di Istana Usai Terima Gelar Pahlawan Nasional, Titiek Tersenyum
-
Akhir Drama Penculikan Bilqis: Selamat Tanpa Luka, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Terungkap! 7 Fakta Jaringan Sadis Penculikan Bilqis, Dijual Rp80 Juta ke Suku Anak Dalam