Suara.com - Gelombang unjuk rasa ribuan warga yang menuntut mundurnya Bupati Pati Sudewo bukan sekadar reaksi emosional sesaat.
Di balik spanduk protes dan seruan orator, terdapat persoalan fundamental terkait kebijakan publik dan dampak ekonominya yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Aksi massa ini adalah puncak dari akumulasi keresahan atas kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dinilai memberatkan.
Fokus pemberitaan kali ini bukanlah pada dramatisasi aksi di Alun-alun, melainkan pada analisis kebijakan fiskal yang menjadi episentrum masalah.
Mengapa sebuah instrumen pendapatan daerah bisa menyulut api sebesar ini?
PBB sebagai Instrumen Fiskal dan Dilema Kebutuhan PAD
Pada dasarnya, PBB-P2 merupakan salah satu tulang punggung Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Setiap pemerintah daerah, termasuk Pemkab Pati, dituntut untuk terus meningkatkan PAD guna membiayai program pembangunan, mulai dari infrastruktur jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga layanan publik lainnya.
Dalam kerangka inilah, penyesuaian tarif pajak menjadi salah satu opsi kebijakan yang paling umum diambil.
Baca Juga: Petani Pati Kompak Donasi Hasil Panen, Galang Aksi Gulingkan Bupati Sudewo
Namun, yang menjadi masalah di Pati adalah besaran kenaikan yang dianggap tidak rasional.
Angka hingga 250 persen merupakan lonjakan drastis yang menimbulkan economic shock (kejutan ekonomi) bagi warga, terutama di tengah situasi ekonomi pasca-pandemi yang belum sepenuhnya pulih.
- Dampak Domino Kenaikan PBB Terhadap Ekonomi Warga
- Lonjakan tarif PBB hingga 250 persen bukan sekadar angka di atas kertas tagihan.
Kebijakan ini memiliki dampak berantai yang membebani berbagai lapisan masyarakat:
Beban Rumah Tangga
Bagi warga biasa, kenaikan ini secara langsung menggerus daya beli. Anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan pokok, pendidikan anak, atau tabungan, terpaksa dialihkan untuk membayar pajak yang membengkak.
Pukulan bagi UMKM
Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah yang paling rentan. Kenaikan PBB atas tempat usaha (ruko, warung, bengkel) berarti peningkatan biaya operasional.
Mereka dihadapkan pada pilihan sulit menaikkan harga jual produk/jasa (berisiko kehilangan pelanggan) atau memangkas margin keuntungan (berisiko keberlangsungan usaha).
Ketidakpastian Biaya Properti
Bagi pemilik properti sewaan seperti kos-kosan atau rumah kontrakan, kenaikan PBB mendorong mereka untuk menaikkan harga sewa.
Hal ini menciptakan efek domino yang pada akhirnya membebani penyewa, yang sering kali adalah pekerja atau mahasiswa.
Kegagalan Komunikasi Publik dan Implikasinya pada Iklim Investasi
Masalah kebijakan ini diperparah oleh apa yang dianggap sebagai kegagalan komunikasi publik. Pernyataan Bupati Sudewo yang mempersilakan warga berunjuk rasa, alih-alih membuka ruang dialog yang empatik, justru dipersepsikan sebagai arogansi kekuasaan.
Dalam administrasi publik modern, sosialisasi kebijakan yang transparan dan humanis adalah kunci untuk mendapatkan penerimaan masyarakat. Ketika komunikasi gagal, kebijakan terbaik sekalipun bisa ditolak mentah-mentah.
Lebih jauh lagi, gejolak sosial dan kebijakan fiskal yang tidak terprediksi ini berpotensi mengirim sinyal negatif bagi iklim investasi di Pati.
Investor, baik lokal maupun nasional, membutuhkan kepastian hukum dan stabilitas kebijakan.
Ketika tarif pajak bisa melonjak drastis secara tiba-tiba dan memicu instabilitas sosial, ini akan menjadi faktor risiko yang diperhitungkan dalam keputusan investasi.
Tag
Berita Terkait
-
Petani Pati Kompak Donasi Hasil Panen, Galang Aksi Gulingkan Bupati Sudewo
-
Dilempar Sandal di Demo Rakyatnya, Bupati Pati Tolak Mundur: Saya Mohon Maaf
-
Pakai Peci dan Berkacamata Hitam, Bupati Sudewo 'Cuma Kuat' Nongol 15 Detik di Atas Rantis
-
'Bupati Arogan, Turun!' Ribuan Warga Pati Berunjuk Rasa, Bendera One Piece Jadi Simbol Perlawanan
-
Detik-detik Kapolsek Pati Kota Dikeroyok Massa, Kepala Bocor Dihantam Benda Tumpul saat Demo Ricuh
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Anak Menkeu Purbaya Sindir Outfit Orang Miskin yang Ingin Terlihat Kaya
-
PPP Pecah? Kubu Mardiono dan Agus Suparmanto Saling Klaim Menang Aklamasi di Tengah Hujan Kursi
-
Jabatan Mentereng Bahlil di Panggung Dunia, Pimpin Pemuda Masjid Bareng Eks Presiden Singapura!
-
Gurita Korupsi TKA: Rumah Mewah Eks Pejabat Kemnaker Disita, Aset Haram Disamarkan Atas Nama Kerabat
-
Soroti Kasus Keracunan MBG, Wamen PPPA Veronica Tan Usul Tiga Perbaikan Kunci
-
Indef Kritik Kebijakan Fiskal Pemerintah: Sektor Riil Sakit, Suntikan Likuiditas Bukan Obatnya
-
Jokowi Ngotot Prabowo-Gibran 2 Periode, Manuver Politik atau Upaya Selamatkan Ijazah Gibran?
-
Siapa Tony Blair? Mendadak Ditunjuk Jadi Pemimpin Transisi Gaza
-
Dian Hunafa Ketahuan Bohong? Pembelaan Ijazah Gibran Disebut Sesat, Gugatan Rp125 T Terus Bergulir!
-
Awas Keracunan! BGN Buka Hotline Darurat Program Makan Bergizi Gratis, Catat Dua Nomor Penting Ini