News / Nasional
Minggu, 28 September 2025 | 13:27 WIB
kreator konten Dian Hunafa bela ijazah Gibran
Baca 10 detik
  • Entrepreneur Angga Sugih Pragina menuding kreator konten Dian Hunafa telah berbohong kepada publik
  • Fokus utama gugatan dan kontroversi bukanlah pada gelar sarjana Gibran dari University of Bradford
  • Gugatan perdata senilai Rp125 triliun yang dilayangkan advokat Subhan Palal terus berjalan di PN Jakarta Pusat

Suara.com - Perang narasi seputar keabsahan riwayat pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka masih terus bergulir. Entrepreneur Angga Sugih Pragina secara blak-blakan menuding kreator konten Dian Hunafa telah menyebarkan informasi yang salah dan menyesatkan dalam upayanya membela Gibran.

Kisruh ini meledak setelah Angga Sugih, melalui kanal YouTube-nya, membongkar apa yang ia sebut sebagai kebohongan dalam argumen Dian Hunafa, yang sebelumnya viral karena mengaku sebagai alumni Management Development Institute of Singapore (MDIS), almamater Gibran.

"Pembelaan Dian Hunafa itu yang salah. Itu yang bohong. Sehingga Gibran tidak bisa kuliah (di MDIS)," ujar Angga dengan tegas.

Menurut Angga, pembelaan Dian sama sekali tidak menyentuh substansi masalah yang kini bergulir di pengadilan. Ia menuduh Dian sengaja mengaburkan fokus perdebatan dari ijazah setingkat SMA ke ijazah sarjana, padahal akar masalahnya ada pada jenjang sekolah menengah.

"Yang dipermasalahkan ijazah SMA-nya, karena sampai dua kali kemudian tahunnya tidak koheren dan sebagainya," tegas Angga, merujuk pada kejanggalan yang menjadi dasar gugatan hukum advokat Subhan Palal.

Angga menjelaskan bahwa gelar sarjana Gibran dari University of Bradford, Inggris, adalah hasil penyetaraan karena MDIS sebagai institusi swasta di Singapura tidak berhak mengeluarkan gelar sarjana sendiri. Namun, persoalan krusialnya adalah pengakuan ijazah dari UTS Insearch, Australia, yang digunakan Gibran sebagai setara SMA untuk mendaftar.

Di sisi lain, Dian Hunafa, melalui akun TikTok @fearlessbarb, tampil membela Gibran karena merasa nama almamaternya, MDIS, ikut tercoreng. Ia berargumen bahwa sistem pendidikan di Singapura berbeda dan untuk masuk ke institusi seperti MDIS tidak selalu mutlak memerlukan ijazah SMA formal.

Dian menegaskan bahwa MDIS adalah lembaga pendidikan swasta yang sah dan memiliki kerjasama resmi dengan berbagai universitas ternama di luar negeri untuk mengeluarkan gelar sarjana, termasuk dengan University of Bradford.

Sementara adu argumen di media sosial memanas, proses hukum di dunia nyata terus berjalan tanpa kompromi. Gugatan perdata yang dilayangkan Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak hanya menargetkan Gibran, tetapi juga menyeret Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat.

Baca Juga: Tak Cuma di Indonesia, Ijazah Gibran Jadi 'Gunjingan' Diaspora di Sydney: Banyak yang Membicarakan

Subhan menuntut ganti rugi dengan nilai yang sangat fantastis, yakni Rp125 triliun, yang ia sebut akan disetorkan ke kas negara jika gugatannya terbukti. Gugatan ini sempat diwarnai insiden di ruang sidang, di mana pihak Subhan memprotes KPU yang dituding mengubah keterangan riwayat pendidikan Gibran di situs resmi mereka dari "Pendidikan Terakhir" menjadi "S1" saat proses hukum sedang berjalan.

Pihak KPU sendiri telah membantah tudingan tersebut dan menyatakan data yang ditampilkan di situs mereka bersumber langsung dari formulir isian yang diberikan oleh pasangan calon saat pendaftaran.

Kontroversi ini dinilai memiliki potensi dampak politik yang sangat besar. Angga Sugih Pragina bahkan berspekulasi bahwa jika gugatan hukum ini berhasil membuktikan adanya pelanggaran, maka kasus ini bisa menjadi pintu pembuka untuk melengserkan Gibran dari jabatannya.

Load More