Nama ini adalah penegasan status kolonial. Kata Hindia digunakan oleh bangsa Eropa untuk merujuk wilayah di Asia Selatan dan Tenggara, sementara penambahan Belanda berfungsi sebagai penanda kepemilikan.
Selama lebih dari satu abad, nama ini melekat erat dengan periode eksploitasi, perlawanan-perlawanan daerah, hingga munculnya benih-benih kesadaran nasional di awal abad ke-20.
Di bawah nama Hindia Belanda, rakyat dari berbagai suku bangsa mulai merasakan nasib yang sama sebagai kaum terjajah.
3. To-Indo / Hindia Timur (1942 - 1945)
Pecahnya Perang Dunia II mengubah peta kekuasaan secara drastis.
Pada tahun 1942, Jepang berhasil mengusir Belanda dan menduduki wilayah ini.
Sebagai bagian dari propaganda untuk memposisikan diri sebagai "Saudara Tua" dan "Pembebas Asia" dari imperialisme Barat, Jepang menghapus nama "Hindia Belanda".
Wilayah ini kemudian disebut sebagai Hindia Timur (To-Indo dalam bahasa Jepang).
Penghapusan embel-embel "Belanda" adalah langkah simbolis untuk melenyapkan jejak kolonialisme Eropa.
Baca Juga: Wamen Irene Umar: Indonesia Satu-satunya Negara yang Rayakan Hari Kemerdekaan Secara Meriah
Meskipun hanya berlangsung selama 3,5 tahun, periode pendudukan Jepang ini memiliki dampak besar dalam membangkitkan semangat kemerdekaan di kalangan para pejuang.
4. Republik Indonesia (1945 - 1949)
Kekalahan Jepang di Perang Dunia II membuka jendela kesempatan emas.
Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa.
Sejak saat itu, lahirlah sebuah negara baru dengan nama Republik Indonesia.
Nama Indonesia sendiri sudah digagas oleh para cendekiawan dan aktivis pergerakan nasional sejak awal abad ke-20 sebagai identitas politik untuk sebuah bangsa yang merdeka.
Tag
Berita Terkait
-
Wamen Irene Umar: Indonesia Satu-satunya Negara yang Rayakan Hari Kemerdekaan Secara Meriah
-
Dibalik Pesona Bianca Alessia, Pembawa Baki Bendera Saat Upacara HUT ke-80 di Istana Merdeka
-
6 Momen Menarik Warnai Peringatan HUT Republik Indonesia ke-80, Apa Saja?
-
'Bendera Bajak Laut' di Hari Merdeka: Ironi Perlawanan Sunyi di Negeri yang (Katanya) Demokratis
-
Pesta Rakyat 17 Agustus di Monas Mulai Jam Berapa? Catat Jadwalnya biar Gak Ketinggalan
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Prakiraan Cuaca 4 Oktober 2025 di Berbagai Kota Wisata dari Bogor, Bali hingga Yogyakarta
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
-
'Spill' Sikap NasDem: Swasembada Pangan Harga Mati, Siap Kawal dari Parlemen
-
Rocky Gerung 'Spill' Agenda Tersembunyi di Balik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir
-
Kriminalisasi Masyarakat Adat Penentang Tambang Ilegal PT Position, Jatam Ajukan Amicus Curiae
-
Drama PPP Belum Usai: Jateng Tolak SK Mardiono, 'Spill' Fakta Sebenarnya di Muktamar X
-
Horor MBG Terulang Lagi! Dinas KPKP Bongkar 'Dosa' Dapur Umum: SOP Diabaikan!
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial
-
Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli yang Jadi Tersangka Korupsi Bansos di KPK
-
Detik-detik Bus DAMRI Ludes Terbakar di Tol Cikampek, Semua Penumpang Selamat