Suara.com - Harapan untuk menetapkan pembunuhan Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat tampak kian suram.
Pasalnya, 3 tahun setelah Komnas HAM membentuk tim ad hoc khusus pada September 2022, belum ada satu pun laporan signifikan yang dihasilkan.
Kemandekan ini memicu frustrasi dari kalangan masyarakat sipil.
"Tiga tahun penyelidikan sudah dimulai, didorong sejak tahun 2004 kasus ini, tapi kok sulit sekali kayaknya untuk menghasilkan satu laporan yang kemudian bisa menuju ke penyidikan," kata Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad dalam diskusi September Hitam di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Sejatinya, penetapan status pelanggaran HAM berat adalah kunci karena hanya dengan status itu, kasus yang sudah berusia puluhan tahun ini dapat dibuka dan disidangkan kembali di pengadilan HAM.
Sehingga bisa membuka peluang untuk menjerat aktor intelektual yang selama ini tak tersentuh hukum.
Seperti diketahui, proses hukum yang berjalan hanya berhasil menghukum pelaku lapangan.
Paradoks Kewenangan
Hussein secara gamblang membandingkan kinerja Tim Ad Hoc Komnas HAM dengan Tim Pencari Fakta (TPF) Pembunuhan Munir yang dibentuk pada 2004.
Baca Juga: Kasus Munir Mati Suri di Tangan Komnas HAM, Aktivis: Laporannya Entah ke Mana!
TPF yang hanya berlandaskan keppres, setidaknya mampu menghasilkan sebuah laporan—meski dokumennya kini hilang misterius.
Ironisnya, Komnas HAM memiliki landasan hukum yang jauh lebih perkasa.
"Komnas HAM itu punya legal standing, atau kewenangan yang lebih kuat daripada TPF. Mulai dari anggarannya lebih kuat, kemudian kewenangan memanggil, memeriksa, sebagai di dalam undang-undangnya (UU HAM), di dalam Undang-Undang Pengadilan HAM, dia bisa menggunakan penggeledahan, penyitaan. Luar biasa itu bisa dilakukan. Tapi kita enggak mendengar hari ini, itu terjadi," papar Hussein.
Imparsial mendorong Komnas HAM untuk melakukan terobosan, namun yang terdengar justru dalih keterbatasan sumber daya.
"Tapi yang belakangan kami dengar dalihnya adalah bahwa kami kurang dananya, ditambah lagi masa Presiden Prabowo ada efisiensi, dikurangi, oleh karena itu menjadi terhambat," kata Husein.
Alasan ini, menurut Hussein, tidak dapat diterima dan terkesan dicari-cari.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
-
Jelang Nataru, BPH Migas Pastikan Ketersediaan Pertalite Aman!
Terkini
-
Usai Dapat Rehabilitasi Prabowo, Kuasa Hukum Ira Puspadewi Langsung Sambangi KPK
-
Kementerian PANRB Raih Predikat Unggul IKK Award 2025
-
Viral! Warga Malah Nonton Saat Gunung Semeru Luncurkan Debu Vulkanik Raksasa di Jembatan Ini
-
Viral Stiker Keluarga Miskin Ditempel di Rumah Punya Mobil,Bansos Salah Sasaran Lagi?
-
Plot Twist! Kurir Narkoba Kecelakaan di Tol Lampung, Nyabu Dulu Sebelum Bawa 194 Ribu Ekstasi
-
Mahfud MD Soal Geger di Internal PBNU: Konflik Tambang di Balik Desakan Gus Yahya Mundur
-
'Terima Kasih Pak Prabowo': Eks Dirut ASDP Lolos dari Vonis Korupsi, Pengacara Sindir KPK Keliru
-
Yusril: Pemberian Rehabilitasi Kepada Direksi Non Aktif PT ASDP Telah Sesuai Prosedur
-
Pengusaha Adukan Penyidik KPK ke Bareskrim: Klaim Aset Rp700 Miliar Disita Tanpa Prosedur
-
Tumbuh di Wilayah Rob, Peran Stimulasi di Tengah Krisis Iklim yang Mengancam Masa Depan Anak Pesisir