Suara.com - Aktivis HAM sekaligus istri almarhum Munir Said Thalib, Suciwati mendesak Komnas HAM tidak ragu menetapkan kasus pembunuhan suaminya sebagai pelanggaran HAM berat.
Menurutnya, penetapan status hukum tersebut menjadi kunci absolut agar Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat kembali membuka penyidikan dan membawa pihak-pihak yang diduga terlibat ke pengadilan, meskipun kasus ini telah berusia 21 tahun.
"Saya berharap bahwa kasusnya akan semakin kuat untuk menyatakan bahwa memang kasus Munir adalah kasus pelanggaran HAM berat," kata Suciwati, baru-baru ini.
Ia menjelaskan secara rinci bahwa status pelanggaran HAM berat telah ditetapkan, maka Kejagung tidak lagi memiliki alasan yuridis untuk menghentikan atau menolak proses hukum dengan dalih apa pun, termasuk daluwarsa.
Suciwati mengingatkan bahwa eksistensi Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan pemerintah sebelumnya telah secara eksplisit merekomendasikan agar kasus ini ditindaklanjuti secara tuntas.
"Ada orang-orang yang belum dibawa ke pengadilan dan orang-orang yang harus dipanggil. Di situ ada Budi Santoso, ada Muchdi Purwoprandjono, ada Hendropriyono dan ada beberapa orang-orang yang kemungkinan besar terkait dalam kasus," ungkap Suciwati.
Ia juga menyoroti detail investigasi yang belum pernah terungkap tuntas, termasuk peran dokter yang pertama kali menangani Munir di dalam pesawat.
Latar belakang dokter tersebut, yang kemudian diketahui merupakan tenaga kesehatan dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus), menurut Suciwati, adalah anomali yang memerlukan pendalaman dan keterangan lebih lanjut.
Suciwati menegaskan bahwa pembunuhan Munir bukanlah kejahatan biasa.
Baca Juga: Usut Penggunaan Gas Air Mata saat Demo Pati, Komnas HAM Wanti-wanti Ini ke Polisi
Ia meyakini pembunuhan ini dilakukan secara terencana dan sistematis, melibatkan instrumen negara, sehingga secara definitif memenuhi seluruh unsur sebagai pelanggaran HAM berat.
"Jelas kok itu yang melakukan sistemik. Kemudian juga lembaga negara terkait dalam kasus pembunuhannya. Dan itu tidak perlu harus jumlah angka orang yang terlibat, yang menjadi korban. Tapi itu bagaimana negara membunuh warganya dan itu tersistematik," tuturnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
Terkini
-
Menkum Sebut KUHAP Baru Mementingkan Perlindungan HAM, Mulai Berlaku 2026
-
Cuma Naik Rp2 Ribuan per Hari, Buruh Tolak Upah Minimum 2026 Ala Menaker, Usul Formula Baru
-
Eks Sekretaris MA Nurhadi Didakwa Lakukan TPPU Rp307,5 Miliar dan USD 50 Ribu
-
Kasatgas KPK Diadukan ke Dewas, Benarkah Bobby Nasution 'Dilindungi' di Kasus Korupsi Jalan Sumut?
-
Mardani Ali Sera Dicopot dari Kursi Ketua PKSAP DPR, Alasannya karena Ini
-
Melihat 'Kampung Zombie' Cililitan Diterjang Banjir, Warga Sudah Tak Asing: Kayak Air Lewat Saja
-
Jakarta Dikepung Banjir: 16 RT Terendam, Pela Mampang Paling Parah Hingga 80 cm
-
Program SMK Go Global Dinilai Bisa Tekan Pengangguran, P2MI: Target 500 Ribu Penempatan
-
21 Tahun Terganjal! Eva Sundari Soroti 'Gangguan' DPR pada Pengesahan RUU PPRT: Aneh!
-
110 Anak Direkrut Teroris Lewat Medsos dan Game, Densus 88 Ungkap Fakta Baru