Suara.com - Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Sulawesi Selatan mulai melakukan penyelidikan atas kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret nama Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Karta Jayadi.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto membenarkan kasus ini sudah resmi dilaporkan ke kepolisian.
Laporan tersebut diajukan oleh seorang dosen perempuan UNM berinisial QDB (51) pada Jumat, 22 Agustus 2025 lalu.
"Benar, ada laporan yang masuk. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan oleh Krimsus," kata Didik Supranoto, Senin, 25 Agustus 2025.
Meski laporan sudah masuk, pihak kepolisian belum membeberkan lebih jauh detail materi laporan, termasuk siapa saja yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Didik menegaskan, saat ini tim penyidik masih berfokus pada pengumpulan bukti awal dan klarifikasi dari pelapor.
Diketahui, QDB mengaku mengalami pelecehan seksual secara verbal yang diduga dilakukan oleh Prof Karta Jayadi.
Ia menyatakan laporan yang disampaikan ke Polda Sulsel memiliki substansi yang sama dengan laporan yang sebelumnya sudah diajukan ke Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
"Laporannya sama dengan apa yang saya ajukan ke Itjen, terkait kronologi dugaan pelecehan seksual yang saya alami," jelas QDB saat dikonfirmasi.
Baca Juga: Viral Dosen Lapor 'Aib' Rektor UNM, Isinya Chat Mesum Ajak 'Becek-becek'?
Dengan adanya dua jalur laporan, QDB berharap proses hukum dan pemeriksaan internal di kementerian bisa berjalan transparan, adil, dan memberikan perlindungan bagi korban.
"Saya berharap baik Itjen Kemendikbudristek maupun Polda Sulsel bisa memproses laporan ini sesuai aturan hukum sehingga bisa menjadi pembelajaran bersama untuk mencegah pelecehan seksual di dunia pendidikan," tambahnya.
Sebelumnya, QDB sudah melayangkan laporan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi lebih dulu.
Korban mengaku pelecehan tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2022 hingga 2024. Namun, ia tidak berani untuk angkat bicara karena takut dan trauma.
"Sebagai seorang wanita kita pasti takut. Saya sebagai dosen digitukan, untung saya punya hal prinsip menolak," ujarnya.
Ia juga menyatakan kekhawatiran mungkin saja ada mahasiswi atau dosen perempuan lain yang menjadi korban serupa, tetapi tidak berani bicara karena adanya relasi kuasa.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
FIFA Atur Ulang Undian Piala Dunia 2026: 4 Tim Unggulan Dipastikan Tak Segrup
-
Pengusaha Sebut Ketidakpastian Penetapan UMP Bikin Investor Asing Kabur
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Terbaik, Ideal untuk Gaming dan Kerja Harian
-
HP Mau PHK 6.000 Karyawan, Klaim Bisa Hemat Rp16,6 Triliun
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
Terkini
-
Rahang Alvaro Masih Hilang, Polisi Kerahkan Anjing Pelacak Sisir Aliran Sungai Tenjo
-
Bandara 'Hantu' Morowali, Isu Negara dalam Negara dan Ancaman Kedaulatan Mengemuka
-
Angka Kasus Korupsi Kades Capai 489, Wamendagri: Ini Catatan Serius
-
Cari Potongan Rahang Alvaro, Polisi Kerahkan Anjing Pelacak Sisir Sungai di Bogor
-
Demi Target Ekonomi Indonesia Menolak Phase-Out Energi Fosil: Apa Dampaknya?
-
Pemerintah Kebut Aturan Turunan KUHAP Baru, Wamenkum Janji Rampung Sebelum Akhir Desember
-
KPAI Setuju Pemprov DKI Batasi Akses Medsos Pelajar, Orang Tua dan Sekolah Juga Kena Aturan
-
Tahu Kabar Dapat Rehabilitasi Prabowo Saat Buka Puasa, Eks Dirut ASDP Senang: Alhamdulillah
-
Detik Penentu Kasus Alvaro: Hasil DNA Kerangka Manusia di Tenjo Segera Diumumkan Polisi
-
Ira Puspadewi Direhabilitasi, KPK Tegaskan Kasus PT Jembatan Nusantara Tak Berhenti di Tengah Jalan