Suara.com - Di tengah hiruk pikuk pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim, sebuah suara lantang dan esensial menggema dari Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
Dalam sebuah aliansi yang kuat, kelompok disabilitas dan buruh bersatu padu menyuarakan satu pesan krusial: keadilan iklim adalah omong kosong tanpa keadilan sosial yang inklusif.
Mereka mendesak negara untuk tidak hanya fokus pada karbon dan pohon, tetapi juga pada manusia—terutama kelompok paling rentan yang selalu menjadi korban pertama dan terparah dari setiap krisis, termasuk krisis iklim.
Bagi penyandang disabilitas, krisis iklim adalah monster yang lebih buas. Banjir, tanah longsor, kekeringan, hingga gelombang panas ekstrem memberikan dampak yang jauh lebih berat bagi mereka.
Keterbatasan mobilitas, akses informasi, dan seringkali kemiskinan struktural membuat mereka berada di garis depan kerentanan.
Atas dasar inilah, mereka menuntut negara untuk secara eksplisit memasukkan isu disabilitas ke dalam setiap pasal RUU Keadilan Iklim.
Perlindungan sosial, layanan kesehatan yang adaptif, hingga pencegahan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan disabilitas saat bencana terjadi, harus menjadi prioritas utama, bukan catatan kaki.
Kelompok disabilitas menolak untuk hanya diposisikan sebagai korban pasif yang menunggu diselamatkan. Mereka menuntut peran aktif dalam mitigasi dan adaptasi bencana.
Salah satu tuntutan konkret yang disuarakan adalah adanya pelatihan lintas sektoral untuk meningkatkan kapasitas penyandang disabilitas, termasuk melatih mereka untuk menjadi fasilitator dalam proses evakuasi bencana.
Baca Juga: Desakan Keadilan Iklim Menggema di Monas, RUU Keadilan Iklim Mendesak Disahkan!
Dengan pengetahuan dan pengalaman unik yang mereka miliki, penyandang disabilitas bisa memberikan perspektif vital dalam merancang sistem peringatan dini dan jalur evakuasi yang benar-benar inklusif.
Di tengah situasi darurat, informasi adalah penyelamat nyawa. Namun, seringkali informasi peringatan bencana disajikan dalam format yang tidak bisa diakses oleh semua orang.
Kelompok disabilitas menuntut adanya jaminan akses informasi yang aksesibel untuk memastikan tidak ada satupun yang tertinggal dalam rantai informasi penyelamatan diri.
"Akses informasi yang aksesibel, seperti penggunaan bahasa isyarat, bahasa daerah, hingga media inklusif, dianggap penting untuk memastikan semua kelompok dapat memahami risiko dan strategi mitigasi iklim," seru salah satu orator dalam aksi tersebut.
Suara-suara ini tidak akan berarti jika tidak diterjemahkan ke dalam regulasi yang mengikat. Oleh karena itu, mereka juga mendesak pengetatan regulasi, termasuk mendorong penyusunan peraturan daerah (perda) yang berpihak pada kebutuhan disabilitas dalam konteks krisis iklim.
Harus ada mekanisme perlindungan khusus yang terintegrasi dalam semua program adaptasi, mitigasi, hingga resiliensi iklim untuk memastikan inklusivitas tidak hanya menjadi jargon, tetapi kenyataan di lapangan.
Tag
Berita Terkait
-
Desakan Keadilan Iklim Menggema di Monas, RUU Keadilan Iklim Mendesak Disahkan!
-
Waspada! Rakyat Rentan Jadi Korban, Pawai Keadilan Iklim Minta Pertanggungjawaban Negara
-
Sebagian Massa Buruh Gelar Aksi di Patung Kuda, Tapi Bukan Tuntut Kenaikan Upah
-
Kenapa Mobil Warna Gelap Bisa Bikin Bumi Makin Panas? Ini Penjelasan Ahli
-
Bukan Isapan Jempol! AHY Sebut Krisis Iklim Ancaman Nyata yang Sudah Terjadi
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- Patrick Kluivert Dipecat, 4 Pelatih Cocok Jadi Pengganti Jika Itu Terjadi
Pilihan
-
Gaji Program Magang Nasional Dijamin Tak Telat, Langsung Dibayar dari APBN
-
Emas Terbang Tinggi! Harga Antam Tembus Rp 2.596.000, Cetak Rekor di Pegadaian
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Minta Maaf Usai Viral, Legislator Dheninda Chaerunnisa Bantah Cibir Pendemo: Ya Allah, Buat Apa?
-
BGN Sebut Rp10 Ribu Cukup untuk Menu MBG Ayam dan Telur: Presiden Sendiri yang Hitung
-
Suara Ibu Indonesia Minta MBG Disetop: Moratorium dan Evaluasi Total!
-
Isu Panas Ekstrem di Jakarta Tidak Benar, Gubernur Pramono: Cuaca Normal, Tiga Hari ke Depan Hujan
-
Lima Terdakwa Kasus Korupsi Impor Gula Dituntut 4 Tahun Penjara
-
Ledakan Tabung Gas Guncang Taman Palem Lestari, Lansia Luka Bakar 70 Persen
-
Dicap Menyesatkan, Kritik Telak Pemuda Muhammadiyah Banten soal Tayangan Ponpes Xpose Trans7
-
Sakit Hati Ditagih Utang, Remaja 16 Tahun Bunuh dan Cabuli Bocah 11 Tahun di Cilincing
-
Janji Manis Trans7 Bikin Tayangan Khusus di Hari Santri, Bakal Diterima Ponpes Lirboyo?
-
Suara Ibu Indonesia Kritik Menu Junk Food Dalam MBG: Bikin Pikiran Anak Kacau