News / Nasional
Selasa, 09 September 2025 | 10:59 WIB
Ilustrasi logo KPK. [Antara/Benardy Ferdiansyah]
Baca 10 detik
  • KPK periksa Analis OJK terkait kasus gratifikasi dan TPPU dana CSR BI dan OJK
  • Anggota DPR Satori dan Heri Gunawan terima miliaran rupiah tanpa realisasi kegiatan sosial
  • Dugaan pencucian uang dilakukan lewat pembelian aset pribadi dan rekayasa transaksi
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Analis Senior Departemen Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pratomo Anindito pada hari ini.

Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terkait pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2020–2023.

“KPK memanggil Saudara PA selaku Analis Senior Departemen Hukum OJK untuk dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, di Gedung KPK Merah Putih,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (9/9/2025).

Dalam pemeriksaan terhadap Pratomo ini, Budi mengungkapkan bahwa penyidik akan mendalami perkara dengan tersangka Anggota Komisi XI DPR RI Periode 2019-2024 Satori dari Fraksi Partai NasDem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra itu.

“Penyidik akan mendalami pengetahuannya mengenai dugaan tindak gratifikasi dan pencucian uang, yang dalam perkara ini KPK telah menetapkan Saudara ST dan HG sebagai tersangka,” ujar Budi.

Satori dan Heri Gunawan Terima Uang Miliaran

KPK mengungkapkan jumlah uang yang diterima Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 Satori dan Heri Gunawan dari kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terkait penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Keduanya diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini lantaran diduga menerima uang dari program bantuan sosial BI.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa perkara ini berawal dari laporan masyarakat dan Laporan Hasil Analisis (LHP) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca Juga: Korupsi Izin Tambang Kaltim: KPK Besok Periksa Putri Eks Gubernur Awang Faroek

Asep melanjutkan bahwa Komisi XI DPR RI memiliki kewenangan untuk mewakili DPR memberikan persetujuan terhadap rencana anggaran masing-masing lembaga tersebut setiap tahunnya.

Sebelum memberikan persetujuan dimaksud, Komisi XI DPR RI terlebih dahulu membentuk Panitia Kerja (Panja) yang di dalamnya, termasuk Heri dan Satori, untuk membahas pendapatan dan pengeluaran rencana anggaran yang diajukan oleh BI dan OJK.

Kemudian, kata Asep, Komisi XI melaksanakan rapat tertutup setiap November pada tahun 2020 hingga 2023 bersama BI dan OJK.

“BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI, dengan alokasi kuota yaitu dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sekitar 18 sampai dengan 24 kegiatan per tahun,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).

Untuk menindaklanjuti pembahasan teknis, Heri kemudian menugaskan tenaga ahli, sementara Satori menugaskan orang kepercayaannya, untuk membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada BI dan OJK melalui empat Yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi Heri dan delapan Yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi Satori.

“Bahwa pada periode tahun 2021 sampai dengan 2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh HG dan ST telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial,” tutur Asep.

Selain kepada BI dan OJK, lanjut Asep, Heri dan Satori juga diduga mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya, melalui yayasan-yayasan yang dikelolanya.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu. (Suara.com/Dea)

Asep mengungkapkan pada 2021 hingga 2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh Heri dan Satori telah menerima uang dari mitra Kerja Komisi XI DPR RI, tetapi tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial.

“HG menerima total Rp 15,86 miliar,” ungkap Asep.

Dia memerinci angka tersebut berasal dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia sebanyak Rp 6,26 miliar, dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan sebanyak Rp 7,64 miliar, dan dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya sebesar Rp 1,94 miliar.

Kemudian, Heri juga diduga TPPU dengan menggunakan dana dari rekening penampungan untuk pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat.

“Sementara itu, ST menerima total mencapai Rp 12,52 miliar,” tegas Asep.

Dia memerinci uang tersebut didapatkan Satori dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia sebanyak Rp 6,30 miliar, dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan sebanyak Rp 5,14 miliar, dan dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya sebesar Rp 1,04 miliar.

“ST melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan dana tersebut untuk keperluan pribadinya, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” tutur Asep.

“ST juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan Penempatan Deposito serta pencairannya, agar tidak teridentifikasi di rekening Koran,” tandas dia.

Satori dan Heri dinilai melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.

Load More