News / Internasional
Minggu, 12 Oktober 2025 | 16:33 WIB
Presiden Madagaskar Andry Rajoelina. Ia mengumumkan adanya upaya kudeta yang dilakukan terhadapnya oleh militer. (AFP)
Baca 10 detik
  • Presiden Madagaskar umumkan upaya kudeta bersenjata.
  • Aksi protes dipimpin generasi muda sejak 25 September.
  • Sedikitnya 22 orang tewas menurut laporan PBB.

Suara.com - Presiden Madagaskar Andry Rajoelina mengumumkan adanya upaya perebutan kekuasaan secara ilegal dan dengan kekerasan pada Minggu (12/10/2025).

Pernyataan itu disampaikan sehari setelah sejumlah prajurit bergabung dengan ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah di ibu kota, Antananarivo.

"Presiden ingin memberi tahu masyarakat internasional bahwa upaya untuk merebut kekuasaan secara ilegal dan dengan kekerasan, yang bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi, saat ini sedang berlangsung di tanah air," ujarnya dalam sebuah pernyataan mengutip Alarabiya.

Pasukan dari unit elite Kabsat—yang dulu membantu Rajoelina mengambil alih kekuasaan lewat kudeta pada 2009—mengimbau rekan-rekan militernya untuk menolak perintah dan bergabung dengan protes yang dipimpin kalangan muda.

Gelombang protes yang dimulai sejak 25 September ini menjadi tantangan politik paling serius bagi Rajoelina sejak terpilih kembali pada 2023.

Aksi demonstrasi yang terinspirasi gerakan Gen Z di Kenya dan Nepal itu awalnya dipicu oleh krisis air dan listrik.

Namun kini, tuntutan para demonstran meluas, yakni meminta Rajoelina mundur, meminta maaf atas kekerasan terhadap massa, serta membubarkan Senat dan komisi pemilihan umum.

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sedikitnya 22 orang tewas dan 100 lainnya luka-luka sejak kerusuhan pecah pada September lalu.

Namun, pemerintah membantah data tersebut. Rajoelina mengklaim jumlah korban tewas hanya mencapai 12 orang.

Baca Juga: Mengapa Junta Myanmar Jatuhkan Bom ke Festival Bulan Purnama? Tewaskan 40 Warga

Sebelumnya diberitakan,  pada Senin (29/9/2025), Andry Rajoelina mengumumkan pembubaran pemerintahan sebagai respons atas gelombang protes mematikan yang dipimpin oleh kaum muda (Gen Z) sejak Kamis (25/9/2025).

Keputusan tersebut diambil menyusul aksi unjuk rasa besar-besaran di berbagai kota yang menewaskan sedikitnya 22 orang menurut laporan PBB.

Rajoelina menyatakan langkah ini dilakukan untuk 'menciptakan ruang untuk berdialog' dengan generasi muda yang marah dan frustrasi.

"Kami mengakui dan meminta maaf jika anggota pemerintah tidak melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka; saya memahami kemarahan, kesedihan, dan kesulitan yang disebabkan oleh pemadaman listrik dan masalah pasokan air," kata Rajoelina dalam pidato yang disiarkan televisi.

Load More