News / Internasional
Kamis, 11 September 2025 | 16:16 WIB
Ilustrasi kudeta terhadap Presiden Chile Salvador Allende. [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Slogan 'Jakarta segera datang' menjadi ancaman teror di Chile.
  • Ancaman itu merujuk pada pembantaian massal 1965 di Indonesia.
  • Kudeta berdarah Pinochet mewujudkan ancaman tersebut pada 1973.
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Jauh sebelum 11 September menjadi sinonim dengan menara kembar yang runtuh, tanggal itu telah terukir dalam sejarah kelam sebuah bangsa di Amerika Latin.

Di jalanan Santiago, Chile, pada awal 1970-an, sebuah pesan singkat yang ganjil mulai merayap di tembok-tembok kota.

Ditulis dengan cat semprot yang tergesa-gesa, dua kata itu membawa aura ancaman yang tak terucap bagi mereka yang memahaminya: “Jakarta se acerca.”

"Jakarta segera datang."

Bagi seorang anak muda hari ini, nama itu mungkin hanya membangkitkan citra metropolitan yang padat.

Namun, bagi para aktivis, mahasiswa, dan pendukung Presiden Salvador Allende saat itu, nama ibu kota Indonesia adalah bisikan dari liang kubur.

Itu adalah kode, sebuah janji pertumpahan darah yang telah terbukti keampuhannya di belahan bumi lain.

Itu adalah hantu dari pembantaian massal yang melintasi samudra untuk meneror mereka.

Presiden Chile Salvador Allende (memakai helm) yang menggenggam pistol hadiah dari pemimpin Kuba Fidel Castro, dikawal pengawal setianya, tetap melawan saat istana kepresidenan dikepung militer dukungan AS, 11 September 2073. [getty image]

Luka Bernama Jakarta, 1965

Baca Juga: Krisis Nepal Membara! Parlemen Hangus, Pemerintah Jatuh, Militer Ambil Alih

Untuk menyibak makna di balik grafiti mengerikan itu, kita harus menarik waktu mundur ke salah satu bab paling brutal dalam sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan.

Setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, sebuah operasi pembersihan anti-komunis yang sistematis dilancarkan oleh militer di bawah komando Jenderal Soeharto.

Dalam beberapa bulan yang penuh teror, ratusan ribu nyawa—ada yang menyebut 500.000, yang lain lebih dari satu juta—melayang.

Mereka adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), simpatisan, seniman, guru, buruh, dan siapa pun yang dianggap berafiliasi dengan kiri.

Sungai-sungai menjadi kuburan massal, dan desa-desa kehilangan satu generasi.

Peristiwa ini secara efektif memusnahkan gerakan kiri terbesar ketiga di dunia dan melanggengkan kekuasaan Orde Baru.

Load More