News / Metropolitan
Sabtu, 18 Oktober 2025 | 19:14 WIB
Bikin Pedagang Pasar Tersiksa, APPSI Tolak Raperda KTR DKI Jakarta [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Raperda KTR di Jakarta dianggap menyiksa para pedagang pasar. 
  • APPSI pun telak-telak menolak raperda tersebut.
  • Produk rokok memiliki perputaran cepat dan menjadi salah satu penopang utama pendapatan pedagang kecil.

     

Suara.com - Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyatakan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah digodok DPRD DKI Jakarta. APPSI menilai sejumlah pasal dalam rancangan aturan tersebut, terutama yang melarang penjualan rokok di pasar tradisional dan menerapkan zonasi larangan sejauh 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, justru akan menekan pedagang kecil.

Permintaan itu disampaikan setelah dia menyoroti penurunan omzet pedagang hingga 60 persen.

Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) APPSI DKI Jakarta, Ngadiran mengaku khawatir masalah tersebut semakin parah dengan adanya pasal pelarangan penjualan produk tembakau, zonasi larangan penjualan sejauh radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat anak bermain serta perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional.

“Saat ini, rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun sampai 60 persen. Kami mohon perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah," kata Ngadiran di Jakarta, Sabtu (18/10/2025).

Ngadiran juga meminta agar DPRD DKI Jakarta membatalkan atau meninjau ulang pasal-pasal dalam Raperda KTR yang dianggap memberatkan pedagang pasar. Menurutnya, produk rokok memiliki perputaran cepat dan menjadi salah satu penopang utama pendapatan pedagang kecil.

“Pembuat peraturan harus tahu bahwa magnet atau daya tarik pembeli itu adalah rokok. Selain sembako, rokok adalah produk yang perputarannya cepat, makanya pedagang kecil banyak yang jual rokok. Kami mohon, DPRD instropeksi diri dan membatalkan pasal-pasal pelarangan dalam Raperda KTR tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Jariyanto, perwakilan APPSI Jakarta Utara, menyampaikan keresahan yang sama. Ia menyebut perluasan kawasan tanpa rokok dan penerapan zonasi larangan penjualan rokok justru akan mempercepat kemunduran pasar tradisional.

“Ada pasar yang setengah hidup, ada yang terlantar, ada berubah fungsi jadi tempat parkir. Pedagang pasar sudah semakin terjepit. Peraturan seperti ini semakin mempercepat kematian pasar tradisional. Pedagang pasar tradisional saat ini membutuhkan pembinaan dan pemberdayaan. Dibantu lah meringankan beban pedagang,” kata Jariyanto.

Ia menjelaskan, di wilayah Jakarta Utara terdapat sekitar 23 pasar dengan masing-masing menampung lebih dari 1.500 pedagang. Jika aturan ini diterapkan, ribuan pedagang akan kehilangan salah satu sumber pendapatan mereka.

Baca Juga: Ditantang Lapor Kasus Korupsi Kereta Whoosh, Mahfud MD Sentil Balik KPK: Agak Aneh Ini

Senada dengan itu, Ketua Koperasi Pasar Induk Kramat Jati, Margono, menilai pedagang adalah aset utama pasar yang harus dilindungi dari kebijakan yang tidak berpihak. Ia menegaskan, keberadaan pasar tradisional akan terancam jika pemerintah terus memperluas kawasan tanpa rokok tanpa mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi.

“Pedagang harus dilindungi dan mendapatkan berbagai pemberdayaan. Larangan-larangan penjualan rokok radius 200 meter dan perluasan kawasan tanpa rokok di pasar akan memukul pedagang,” kata Margono.

Load More