News / Nasional
Selasa, 28 Oktober 2025 | 14:54 WIB
Ilustrasi hujan mikroplastik. [ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/YU]
Baca 10 detik
    • Krisis mikroplastik kini mengancam udara, laut, hingga tubuh manusia, menandakan kegagalan sistemik dalam pengelolaan sampah.
    • BRIN menegaskan kolaborasi pusat-daerah sebagai kunci membangun sistem pengelolaan sampah berbasis riset dan energi terbarukan.
    • Pendekatan komunal dan riset cepat (quick research) menjadi strategi utama untuk menekan risiko mikroplastik dan memperkuat kebijakan berbasis data.

Suara.com - Sampah kini tak hanya menumpuk di sungai, laut, atau TPA, tapi juga melayang di udara dalam bentuk mikroplastik.

Partikel halus yang beterbangan bersama angin, jatuh bersama hujan, lalu masuk ke tubuh manusia lewat rantai makanan, menjadi bukti nyata bahwa krisis sampah di Indonesia telah melampaui batas dan mengancam kesehatan publik.

Melihat situasi ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa pengelolaan sampah tak bisa lagi dipikul pemerintah pusat sendirian.

Kolaborasi erat antara pusat dan daerah kini menjadi kunci untuk membangun sistem pengelolaan yang terintegrasi, berkelanjutan, dan berbasis riset.

Ilustrasi mikroplastik. (Dok. Pexels)

Langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang mendorong transformasi sampah menjadi sumber energi, sekaligus menjawab ancaman mikroplastik yang kian menyebar di udara dan laut Indonesia.

“Presiden sudah menegaskan pentingnya pengelolaan sampah di seluruh daerah. Untuk itu, BRIN memastikan setiap daerah memiliki pendekatan komunal yang efektif, karena ini menjadi kunci keberhasilan pembangkit listrik tenaga sampah,” kata  Laksana Tri Handoko, Kepala BRIN

Handoko menjelaskan, mikroplastik di udara berawal dari akumulasi plastik yang terurai di laut, lalu naik ke atmosfer dan turun kembali lewat hujan. “Ini peringatan serius bahwa sampah harus dikelola secara lebih baik dan menyeluruh, tidak bisa lagi dilakukan secara parsial,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, BRIN tengah menyiapkan model kebijakan pengelolaan sampah murah berbasis komunal untuk memperkuat program PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Ia juga mengingatkan bahaya pembakaran sampah yang masih marak dilakukan warga.

“Masyarakat tidak boleh dibiarkan membakar sampah secara langsung, karena itu memperparah polusi dan meningkatkan risiko mikroplastik di udara,” ujarnya.

Baca Juga: Sunscreen saat Hujan, Pentingkah? Jangan Sampai Salah Langkah!

Selain itu, BRIN mendorong penerapan quick research,  riset cepat berbasis data yang bisa langsung diterapkan oleh pemerintah daerah.

“Kita perlu kebijakan berbasis riset, bukan asumsi,” tutur Handoko, menegaskan arah baru pengelolaan sampah Indonesia: dari reaktif menjadi ilmiah, dari parsial menjadi kolaboratif.

Penulis: Muhammad Ryan Sabiti

Load More