- Pelanggaran HAM berat di Indonesia, seperti kerusuhan dan persekusi, terus terjadi dalam pola yang serupa dari era Orde Baru.
- Menurut pengacara HAM Asfinawati, Indonesia belum memiliki mekanisme yang efektif untuk menjamin peristiwa pelanggaran HAM tidak akan terulang.
- Kegagalan negara dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu secara hukum menciptakan impunitas bagi pelaku.
Suara.com - Sejarah Indonesia diwarnai oleh luka lama pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tak kunjung sembuh dan ironisnya, terus berulang dalam pola yang nyaris serupa.
Para aktivis dan pakar hukum menilai negara belum cukup serius untuk memutus rantai kekerasan ini, sehingga impunitas bagi para pelaku terus melanggengkan siklus kekejaman.
Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM), Asfinawati, menyoroti tajam absennya jaminan ketidakberulangan dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM di tanah air.
Menurutnya, mekanisme ini adalah kunci untuk memastikan tragedi kemanusiaan tidak kembali terjadi di masa depan.
“Kalau ada kejahatan internasional, ada genosida, ada kejahatan kemanusiaan, harus dibuat langkah-langkah supaya itu nggak berulang lagi,” tegas Asfinawati di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).
Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Asfinawati dengan gamblang memaparkan bagaimana pola-pola kekerasan dan kerusuhan seolah mendapat jaminan untuk kembali terjadi, hanya dalam bentuk dan konteks waktu yang berbeda.
“Kalau di Indonesia itu terjamin, terulang. Kerusuhan pada saat tahun 74 Malari (Malapetaka 15 Januari), terulang pada kasus kuda tuli 96, terulang pada kasus 98, dan terulang pada kasus kemarin, aksi tahun 2025,” kata Asfina.
Pola keberulangan ini bukan tanpa sebab. Salah satu contoh historis yang ia angkat adalah peristiwa persekusi terhadap anggota Nahdlatul Ulama (NU) di Banyuwangi pada era Orde Baru.
Kala itu, mereka yang dituding sebagai dukun santet sebenarnya adalah individu-individu yang tengah mencoba membangun kekuatan politik untuk melawan rezim otoriter.
Baca Juga: Asfinawati Sebut Penegakan HAM di Indonesia Penuh Paradoks, Negara Pelanggar Sekaligus Penegak!
Narasi palsu dan persekusi digunakan sebagai alat untuk membungkam perlawanan. Kini, metode serupa kembali muncul dalam wajah yang lebih modern.
“Sebetulnya menyasar anggota NU, kalau saya nggak salah ingat, itu di Banyuwangi, yang sebetulnya sedang mau membangun sebuah kekuatan politik, dan itu kemudian terulang lagi melalui persekusi-persekusi online, dan persekusi yang lain-lain. Jadi ada selalu keberulangan,” tuturnya.
Fenomena ini sejalan dengan laporan Amnesty International Indonesia yang menyebutkan bahwa Indonesia semakin terjerat dalam siklus pelanggaran HAM yang sistematis, seringkali melibatkan aparat negara.
Kegagalan memutus rantai ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap hak-hak dasar warga negara.
Bahkan, setelah Presiden Joko Widodo secara resmi mengakui terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu, banyak pihak menilai langkah tersebut belum cukup tanpa adanya pengungkapan kebenaran dan proses hukum yang adil bagi para pelaku.
Dari kekerasan aparat yang terus diadukan ke Komnas HAM hingga represi terhadap kebebasan sipil, siklus ini terus berjalan.
Berita Terkait
-
Asfinawati Sebut Penegakan HAM di Indonesia Penuh Paradoks, Negara Pelanggar Sekaligus Penegak!
-
Komnas HAM Dorong Revisi UU untuk Atasi Pelanggaran HAM, Diskriminasi, dan Kekerasan Berbasis Gender
-
Komnas HAM: Gelar Pahlawan Soeharto Cederai Sejarah Pelanggaran HAM Berat dan Semangat Reformasi
-
Apa Risiko Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto?
-
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Waka Komisi XIII DPR Singgung Pelanggaran HAM Orde Baru
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!
-
Percepat Penanganan Darurat Pascabencana, Hari Ini Bina Marga akan Tinjau Beutong Ateuh Banggalang
-
Ikuti Instruksi Kapolri, Pemkot Jogja Resmi Larang Pesta Kembang Api saat Pergantian Tahun
-
Jembatan Krueng Tingkeum Dibuka, Akses Warga dan Rantai Logistik Bireuen Kembali Terhubung
-
Kerja 24 Jam, Kementerian PU Percepat Pemulihan Jalan Terdampak Bencana di Aceh Tamiang
-
KPK SP3 Perkara Eks Bupati Konawe Utara, ICW Tagih Penjelasan Kasus Korupsi Tambang
-
Jutaan Wisatawan Serbu Yogyakarta, Kedatangan Lebih Tinggi dari Keberangkatan
-
Megawati Teken SK Baru! Dolfie Jadi Ketua DPD PDIP di Jateng
-
Ruang Genset Kantor Wali Kota Jaksel Terbakar, 28 Personel Gulkarmat Diterjunkan
-
Terima Laporan Danantara, Prabowo Percepat Kampung Haji dan Hunian Warga Terdampak Bencana