News / Nasional
Jum'at, 19 Desember 2025 | 21:53 WIB
Ilustrasi Prabowo tanam sawit di Papua. (Suara.com)
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo Subianto menyatakan target swasembada pangan dan energi di Papua dalam lima tahun melalui bioenergi.
  • Rencana tersebut melibatkan budidaya sawit, tebu, dan singkong untuk menghasilkan BBM serta etanol guna penghematan impor.
  • Aktivis lingkungan mengkhawatirkan rencana ini akan memicu krisis ekologis dan perampasan wilayah adat di Papua.

Namun, di balik kalkulasi fiskal itu, muncul pertanyaan yang lebih mendasar: dari mana lahan untuk mewujudkan ambisi tersebut akan diambil?

Alarm dari Hutan Terakhir: Bayang-Bayang Krisis Ekologis

Kekhawatiran itulah yang disuarakan keras oleh pegiat lingkungan dan sejumlah anggota DPR. Mereka mengingatkan bahwa Papua adalah benteng terakhir hutan primer Indonesia, dan sejarah mencatat, ekspansi sawit dan perkebunan skala besar kerap meninggalkan jejak bencana.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua mencatat Papua telah kehilangan 688 ribu hektare hutan primer. Dari angka itu, 552 ribu hektare lenyap hanya dalam kurun 2022–2023. 

"Jika rencana ekspansi sawit, tebu dan lainnya tetap dijalankan, sama artinya pengurus negara akan mengulang bencana ekologis Sumatera di Papua," tegas Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional WALHI Uli Arta Siagian kepada Suara.com. 

Peringatan serupa datang dari parlemen. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, meminta agar ambisi ini dijalankan dengan kehati-hatian.

"Hutan harus bisa kita manfaatkan, tetapi juga harus dipastikan tidak menjadi sumber malapetaka," ujarnya.

Nada lebih keras disampaikan anggota Komisi IV lainnya, Daniel Johan. Ia menegaskan, pembukaan hutan baru di kawasan pegunungan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Papua berpotensi memicu bencana hidrometeorologi berskala masif.

"Pengalaman pahit di berbagai daerah—di mana alih fungsi hutan untuk sawit dan pertambangan telah memicu banjir, banjir bandang, dan krisis ekologis—harus menjadi pelajaran serius," katanya. 

Baca Juga: Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku

Infografis perkebunan sawit di Papua. (Suara.com/Aldie)

Suara dari Tanah Adat: Ketika Pembangunan Berujung Perampasan

Di balik statistik deforestasi, terdapat dampak kemanusiaan yang tak kalah serius. WALHI menilai pola pembangunan berbasis ekspansi lahan kerap berujung pada perampasan wilayah adat.

"Selama ini rakyat Papua juga telah mengalami perampasan wilayah adat akibat izin-izin yang diterbitkan pengurus negara," ujar Uli. 

Ia mencontohkan proyek lumbung pangan di Merauke, yang menurutnya menjadi bukti nyata dampak pembangunan skala besar. Proyek tersebut, kata dia, telah memicu "hilangnya sumber pangan lokal, banjir, kekerasan bahkan kriminalisasi."

Kritik dan Jalan Tengah yang Diusulkan

Para pengkritik menilai masalah utama terletak pada tata kelola sumber daya alam. Pemerintah dianggap belum menunjukkan kemauan politik untuk mengevaluasi izin-izin bermasalah dan menegakkan hukum lingkungan. 

Load More