Otomotif / Mobil
Kamis, 02 Oktober 2025 | 16:33 WIB
Ilustrasi Pertamina. (Dok: Pertamina)

Suara.com - Impor BBM (bahan bakar minyak) melalui Pertamina dianggap murni urusan bisnis dan tidak terkait dengan praktik monopoli. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Akbar Himawan Buchari.

Ia menegaskan bahwa ada kalanya antarperusahaan berkolaborasi, walaupun terkadang ada rivalitasi di dalamnya. Seperti dalam hal Pertamina dengan badan usaha swasta yang menjalankan bisnis SPBU di Indonesia dalam hal pemenuhan kebutuhan BBM murni atau base fuel.

"Saya bukan pengusaha migas. Namun, bicara bisnis, dasarnya tidak jauh berbeda. Ketika suatu perusahaan tidak punya barang, dia akan berusaha cari meski dari perusahaan lainnya. Intinya barang itu harus ada biar bisa dijual," ujarnya beberapa waktu yang lalu.

Akbar juga mengatakan bahwa tidak ada praktik monopoli yang dilakukan Pertamina. BUMN migas ini justru membantu badan usaha swasta agar kembali mempunyai BBM sehingga bisa melanjutkan bisnisnya, melalui skema business to business (B2B).

Berikut beberapa fakta terkait impor BBM yang telah tim Suara.com rangkum.

Ilustrasi SPBU Pertamina (Dok.pertamina)

1. Sejumlah BU swasta sepakat membeli BBM dari Pertamina

Akbar mengatakan bahwa sejumlah BU (Badan Usaha) swasta telah sepakat berkolaborasi dengan Pertamina untuk penyediaan base fuel, khususnya untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2025.

"Mengutip pernyataan jubir (juru bicara) ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), sudah ada empat dari lima badan usaha yang menjalankan bisnis SPBU sepakat membeli BBM murni dari Pertamina," ujarnya.

Menurutnya, Kementerian ESDM tidak mengintervensi badan usaha swasta dalam pengadaan pasokan BBM karena kementerian hanya menjembatani kebutuhan pihak swasta dengan Pertamina.

Baca Juga: Apa Itu Etanol yang Bikin BP-AKR dan VIVO Batal Beli BBM dari Pertamina?

2. Mekanisme kerja sama dilakukan secara B2B

Mekanisme kerja sama antara Pertamina dan badan usaha swasta dilakukan secara B2B atau business to business. Pertamina juga telah menyanggupi spesifikasi base fuel yang diminta oleh badan usaha swasta, baik dari segi kualitas ataupun standar internasional.

"Mekanisme pengadaannya juga transparan karena melibatkan joint surveyor. Penetapan harganya juga dilakukan secara terbuka," ujar Akbar.

3. Kargo kedua berisi BBM murni akan segera tiba

Kementerian ESDM mengatakan bahwa kargo kedua yang berisi BBM murni atau base fuel yang diimpor oleh Pertamina diharapkan tiba di pelabuhan pada hari ini (2/10/2025), sehingga bisa langsung diserap oleh stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU swasta.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengungkapkan bahwa kargo pertama telah tiba dan diharapkan bisa diserap oleh SPBU swasta.

“Kargo kedua itu insya Allah besok (Kamis, 2 Oktober 2025) sudah tiba di pelabuhan, jadi besok (hari ini) sudah ada dua kargo,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta.

4. SPBU BP-AKR belum sepakat membeli BBM dari Pertamina

PT Aneka Petroindo Raya, perusahaan operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) BP-AKR, mengungkapkan alasan mereka hingga kini belum sepakat untuk membeli BBM dari Pertamina. Hal ini disampaikan oleh Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura.

Vanda mengatakan perusahaan memang telah melakukan perundingan B2B, tetapi terdapat satu dari tiga persyaratan yang belum dapat dipenuhi Pertamina dalam proses jual beli tersebut yakni Pertamina belum bisa menunjukkan dokumen Certificate of Origin alias dokumen sertifikat yang menunjukkan asal impor.

 5. PT Vivo Energy Indonesia membatalkan negosiasi dengan Pertamina

Perwakilan PT Vivo Energy Indonesia, operator SPBU Vivo, membenarkan bahwa perusahaan mereka sempat membeli 40.000 barel BBM dasaran yang telah diimpor Pertamina, tetapi negosiasi tersebut terpaksa dibatalkan karena ada "hal teknis" yang tidak bisa dipenuhi oleh Pertamina.

"Namun, tidak menutup kemungkinan, kami tetap akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang, siapa tahu, apa yang kami minta itu bisa dipenuhi oleh Pertamina, dan kami akan beli dari Pertamina," ujar perwakilan manajemen Vivo.

6. Terdapat kandungan etanol sebesar 3,5% dalam base fuel

BP-AKR dan Vivo batal melanjutkan pembelian BBM dari Pertamina karena setelah pengecekan terdapat kandungan etanol sebesar 3,5% dalam base fuel tersebut.

"Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten. Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan. Etanol itu sampai jumlah tertentu. Kalau tidak salah sampai 20% etanol. Sedangkan ada etanol 3,5%," ujar Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar.

Ia menegaskan bahwa konten atau kandungan etanol di dalam base fuel tersebut masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah.

7. Keluhan pembatasan kuota impor

Shell dan BP-AKR secara gamblang menjelaskan penyebab terjadinya kelangkaan stok BBM di SPBU swasta yang terjadi sejak akhir Agustus 2025. President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian mengatakan permintaan BBM di SPBU Shell melonjak tahun ini.

Untuk mengantisipasi stok yang menipis, pihak mereka telah mengajukan permohonan tambahan impor pada Kementerian ESDM pada Juni 2025 lalu, tetapi Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung tidak mengabulkan permintaan tersebut dengan alasan pemerintah hanya memberi jatah tambahan impor 2025 sebesar 10% di atas penjualan 2024.

"Kami baru menerima tanggapan resmi melalui surat dari Bapak Wakil Menteri ESDM itu tertanggal 17 Juli 2025 yang menyampaikan adanya pembatasan terhadap kegiatan impor," ujar Ingrid dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (01/10/2025) kemarin.

Kontributor : Rizky Melinda

Load More