Sementara, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan jika impor vaksin mandiri ini terjadi dan bahkan bisa dijual ke publik maka berpotensi akan menghasilkan ketimpangan di masyarakat.
“Efek negatifnya vaksin mandiri adalah hanya menguntungkan kelas menengah atas,” ujar Bhima.
Beberapa perusahaan mengusulkan untuk menjual vaksin untuk umum dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah selain memberikannya kepada karyawan mereka.
Tentunya jika ini terjadi, maka hanya kalangan menengah ke atas yang memiliki daya beli bisa membeli vaksin dengan tingkat efikasi atau efektivitas yang tinggi.
Sementara kalangan menengah ke bawah hanya bisa menunggu vaksin gratis dari pemerintah.
“Imbasnya pencegahan pandemi ke kelas bawah akan lebih lambat dibanding kelas atas,” ujar Bhima.
Percepat vaksinasi massal
Bhima menambahkan jika saat ini pemerintah seharusnya fokus dalam mempercepat program vaksinasi gratis agar menjangkau lebih banyak masyarakat.
“Saya sedikit kecewa melihat grafik distribusi vaksin ini flat atau stagnan,” kata Bhima.
Baca Juga: LaporCovid-19: Pengusaha kalau Niat Bantu Negara Jangan Vaksin Mandiri
Jumlah penerima vaksin COVID-19, khususnya tenaga medis, dinilai masih rendah. Pada pekan kedua vaksinasi, baru 250 ribu tenaga kesehatan disuntik vaksin dari total target penerima 1,4 juta.
Sementara Andree melihat dari sisi pasokan, pemerintah perlu memperhatikan pasokan vaksin yang dalam tahap awal ini juga masih belum mulus.
Antrean pemesanan vaksin COVID-19 cukup panjang sedangkan kapasitas produksi di Cina masih dalam proses peningkatan.
Saat ini pemerintah sudah memesan vaksin untuk 164 juta jiwa dengan opsi menambah 167 juta lagi jika diperlukan. Jadi pesanan pertama pun sebenarnya masih kurang dari target vaksinasi, yaitu minimal 181 juta orang.
Menurut Andree yang terpenting dalam program vaksinasi massal – baik gratis maupun berbayar – adalah bagaimana memastikan kekebalan populasi benar-benar tercapai karena tidak ada vaksin yang efektif 100%.
Selain memastikan pelaksanaan protokol kesehatan untuk terus menekan penularan, pemerintah juga perlu memantau tingkat kekebalan populasi secara berkala.
Berita Terkait
-
Profil Carina Joe, Pahlawan Vaksin Covid-19 Raih Bintang Jasa Utama dari Presiden Prabowo
-
CEK FAKTA: Joe Biden Terserang Kanker Gara-gara Vaksin Covid-19, Benarkah?
-
Seorang Dokter di Inggris Coba Bunuh Pasangan Ibunya dengan Vaksin COVID-19 Palsu!
-
Pesta Seks Selama Pandemi dan Kebohongan Vaksin Covid-19, Dokter di New York Terancam Penjara!
-
Kemenkes Bantah Adanya Detoksifikasi Vaksin Covid-19, Definisinya Beda Jauh
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
Fakta Unik Burung Walet Kelapa: Otot Sayap Tangguh bak Kawat, Mampu Terbang Nonstop Hingga 10 Bulan
-
Cara Tukar Poin SmartPoin Smartfren Jadi Pulsa
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Update Terbaru Stardew Valley 1.7: Bocoran Ladang Baru hingga Tanggal Rilis
-
Riot Games Siapkan Perombakan Besar League of Legends pada 2027
-
Registrasi Kartu SIM Berbasis Biometrik Picu Kekhawatiran Keamanan Data Pribadi
-
Game Tomb Raider 2013 Siap Meluncur ke iOS dan Android pada Februari 2026
-
Laporan Global 2025: Polusi Udara Berkontribusi pada 7,9 Juta Kematian di Seluruh Dunia