Gucci, misalnya, mulai menggunakan non-fungible token(NFT) dalam koleksinya. NFT adalah aset digital yang dapat berbentuk pakaian, karya seni, video, dan audio. Koleksi khusus Gucci berbentuk NFT itu menawarkan sensasi kemewahan digital yang hanya dapat dibeli di metaverse.
Sebagai salah satu pasar besar metaverse di Asia Pasifik, Indonesia tak mau ketinggalan. Penyanyi Syahrini, misalnya, baru-baru ini turut dalam keriuhan metaverse dengan mengeluarkan NFT berhijab pertama di dunia pada 14 Desember 2021. Karya seni digital berbentuk avatar dirinya itu bahkan ludes dalam hitungan jam.
Selain bisnis NFT, beberapa platform metaverse seperti Sandbox dan Decentraland menyediakan fitur jual beli tanah virtual menggunakan mata uang kripto. Di atas tanah virtual itu dapat digunakan untuk membangun properti virtual seperti kantor dan mall yang dapat dijual kembali atau disewakan.
Mata uang kripto memang mengalami dampak positif terhadap perkembangan metaverse. Nilai mata uang kripto Decentraland MANA misalnya, melonjak sebesar 20 persen dari $2,73 menjadi $3,27 saat Samsung membuka toko virtual pertamanya di Decentraland pada 6 Januari 2022.
Tak heran, banyak pebisnis yang berlomba-lomba terjun ke metaverse karena akan menjadi lahan bisnis digital masa depan.
Potensi masalah masa depan
Bayangkan sebuah dunia virtual yang tampak lebih realistis, praktis, dan fantastis daripada apa yang terjadi di dunia nyata.
Bayangkan jika seluruh layanan perbankan, misalnya, dapat diakses dalam secara virtual. Kita tidak perlu menghabiskan waktu mengantri di customer service untuk sekadar mengganti kartu debit dan cetak buku tabungan. Sebab, semuanya dapat dilakukan dalam sebuah ruang virtual tanpa harus meninggalkan rumah.
Metaverse memang berpotensi menjadi teknologi yang sangat berguna bagi manusia. Salah satunya bagi penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik untuk melakukan mobilitas di dunia nyata. Namun, tetap saja inklusivitas metaverse masih dipertanyakan khususnya bagi yang mengalami keterbatasan penglihatan dan orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap internet.
Tidak hanya itu, potensi adiksi terhadap metaverse akan lebih besar dari candu terhadap media sosial. Sebuah riset menunjukkan kecanduan teknologi dan internet seperti media sosial, ponsel pintar, dan game dapat berujung pada depresi. Kita perlu riset untuk mengetahui bagaimana dampaknya jika seseorang mengalami ketagihan untuk hidup dalam metaverse. Apakah misalnya, pertemuan tatap muka akan terasa canggung dan kikuk dibanding interaksi manusia secara virtual.
Baca Juga: Sama-sama Metaverse, 4 Perbedaan Decentraland dan Sandbox
Tidak menutup kemungkinan pula, para penduduk metaverse akan terpolarisasi sebagai akibat dari algoritma yang dapat berujung pada misinformasi, perundungan siber, dan perpecahan. Belum lagi soal kejahatan siber lintas negara, pencurian data pribadi, dan pelecehan seksual secara virtual yang akan menjadi semakin pelik.
Untuk itu, negara perlu segera menyediakan payung hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang juga mengakomodasi pengaturan ranah virtual untuk mengatasi potensi masalah yang akan terjadi dalam metaverse.
Yang perlu dipahami, kita perlu memberikan batasan sejauh mana metaverse perlu digunakan untuk menunjang aktivitas dan kehidupan sehari-hari.
Gerakan logout secara berkala dapat dilakukan manusia tidak lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya berada di dunia nyata. Bukan dalam metaverse yang penuh dengan fantasi dan imajinasi sebagai bentuk eskapisme dari kehidupan di dunia nyata.
Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation.
Tag
Berita Terkait
-
Harga Bitcoin Tengah Ambruk, Investor Disarankan Ambil Langkah Ini
-
Purbaya Pesimis DJP Bisa Intip Rekening Digital Warga Tahun Depan, Akui Belum Canggih
-
Transaksi Aset Kripto RI Tiba-tiba Lesu, Pelaku Pasar Ungkap Biang Keladinya
-
Yudo Sadewa Geram Dituduh Hidup dari Uang Negara, Tegaskan Sumber Kekayaannya dari Aset Kripto
-
Platform Kripto Global Sebut RI Mesin Pertumbuhan Blockchain Paling Penting di Dunia
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Indonesia AI Day: Indosat Percepat Lahirnya Talenta AI dari Perguruan Tinggi
-
BCA Rilis Aplikasi myBCA versi Smartwatch, Bisa Apa Saja?
-
Harga Spotify Premium di Indonesia Makin Mahal Gegara AI, Cek Daftar Harga Barunya
-
15 Kode Redeem FC Mobile 17 November: Dapatkan Ribuan Gems dan Anniversary Pack
-
Garena Rilis Game Baru Choppy Cuts, Ada Karakter Free Fire
-
Cara Mematikan Autocorrect di iPhone dengan Mudah
-
Cara Mematikan Fitur Autocorrect di HP Android agar Mengetik Bebas Gangguan
-
Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2026 Lengkap
-
5 Rekomendasi Tablet Multitasking Terbaik untuk Ilustrator
-
Empat Tim Esports Indonesia Siap Tempur di APAC Predator League 2026