Suara.com - Pengamat Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loetan meminta pemerintah melakukan empat langkah penting untuk mewujudkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesi (MP3EI).
Empat langkah itu, pertama, pemerintah harus menunjukkan komitmen yang tinggi untuk mengimplementasikan proyek-proyek yang sudah direncanakan didalam blue-print tersebut. Tunjukkan bahwa yang menjadi bagian kewajiban pemerintah memang dapat dieksekusi secara tepat waktu dan besarannya.
Kedua, menjaga konsistensi antara kebijakan serta implementasi. Jangan sampai ada “keterkejutan” di tengah jalan, yang akan membuat kecewa para investor.
“Dengan kata lain, jangan mudah mengubah kebijakan yang dapat mengurangi tingkat kepercayaan investor,” kata Syahrial, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.
Ketiga, menjaga agar kepastian hukum dapat ditegakkan. Jangan ada aturan yang berubah-ubah misalnya dalam peta penataan ruang, penggunaan tanah dan zonasi.
Karena bagi investor, uang yang ditanamkan akan merupakan aset jangka panjang sehingga investor harus dibuat agar mereka benar-benar merasa aman.
Keempat, memperbaiki terus faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam iklim investasi. Perbaikan faktor dalam Ease in Doing Business harus dapat berlari kencang dengan dibandingkan dengan negara-negara lain, misal dalam hal perizinan, mendapatkan pelayanan listrik, terhindar dari gangguan-gangguan lokal, dan yang lainnya.
Realisasi MP3EI pada pertengahan tahun 2011 tercatat, investasi sampai dengan akhir 2013 adalah sebesar Rp 829 triliun. Besaran investasi ini terpecah di enam (6) koridor Sumatera sebesar Rp 133 Triliun, Jawa 296 Triliun, Kalimantan 177 Triliun, Sulawesi 63 Triliun, Bali-Nusatenggara 54 Triliun, dan Papua-Maluku 106 Triliun.
Dari besaran nnvestasi itu, terlihat perbandingannya meliputi swasta 39 persen, BUMN 25,7 persen dan Pemerintah Pusat 15,9 persen. Meski pencapaian itu juga telah mulai melibatkan pemerintah, namun perbaikan yang dilakukan oleh Pemerintah masih kalah jauh dengan upaya serupa yang dilakukan oleh negara lain.
“Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Indonesia harus lebih cepat dan gencar memperbaiki faktor-faktor yang menunjang perbaikan Ease of Doing Business. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan keinginan para investor dalam menanamkan uangnya di Indonesia,” papar dia.
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya