- Raperda KTR DKI Jakarta tahap harmonisasi dikhawatirkan berdampak negatif pada UMKM dan pedagang kecil akibat pembatasan operasional.
- APVI menyoroti potensi peningkatan produk ilegal jika larangan pajangan dan promosi produk diterapkan secara absolut di area ritel.
- Asosiasi meminta Gubernur dan DPRD meninjau ulang substansi Raperda demi keseimbangan perlindungan masyarakat dan kelangsungan usaha legal.
Suara.com - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Provinsi DKI Jakarta menuai sorotan tajam dari masyarakat dan pelaku usaha kecil.
Aturan yang kini memasuki tahap harmonisasi di Kementerian Dalam Negeri itu dinilai berpotensi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi, khususnya bagi pedagang kecil dan UMKM.
Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto, menegaskan regulasi pengendalian konsumsi semestinya disusun secara proporsional dan tetap mengedepankan perlindungan masyarakat secara menyeluruh.
Menurutnya, draf Raperda KTR saat ini menyimpan risiko sosial yang tidak bisa diabaikan.
"APVI mendukung sepenuhnya regulasi yang melindungi anak-anak. Meski demikian, rancangan Perda juga jangan sampai mematikan pelaku UMKM dan menutup akses bagi konsumen dewasa. Selain itu, Perda jangan sampai memicu semakin maraknya peredaran produk ilegal. Itu sebabnya kami mohon Gubernur dan DPRD untuk meninjau ulang Perda DKI sebelum disahkan," ujar Budiyanto di Jakarta, Minggu (21/12/2025).
APVI juga menyoroti potensi meningkatnya peredaran produk ilegal jika sejumlah ketentuan dalam Raperda tetap dipaksakan.
Larangan pajangan produk, pelarangan promosi secara absolut, serta pembatasan radius 200 meter dari seluruh jenis satuan pendidikan, termasuk lembaga kursus non-formal yang banyak berada di kawasan komersial, dinilai akan menyulitkan ritel legal untuk beroperasi.
Kondisi tersebut dikhawatirkan justru mendorong pergeseran pasar ke produk tanpa cukai dan tidak memenuhi standar keamanan.
APVI menilai pandangan ini sejalan dengan analisis para ekonom independen, termasuk dari INDEF, yang sebelumnya menyebut kebijakan tersebut dapat mengancam pedagang kecil sekaligus memperluas ruang perdagangan tidak resmi.
Baca Juga: Ritel dan UMKM Soroti Larangan Kawasan Tanpa Rokok, Potensi Rugi Puluhan Triliun
Dari sisi sosial ekonomi, pembatasan zonasi yang terlalu luas dan tanpa diferensiasi antara pendidikan formal dan non-formal dinilai akan menyeret ruko komersial dan pasar tradisional masuk ke dalam area larangan.
Hal ini berpotensi menghilangkan sumber penghidupan ribuan pedagang kecil yang saat ini masih berjuang bangkit.
Selain itu, larangan total pemajangan dan komunikasi produk dinilai membuat konsumen dewasa kehilangan hak untuk mengetahui legalitas dan perbedaan produk.
Situasi ini dinilai bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen dan berpotensi memperbesar pasar gelap yang sulit diawasi.
APVI pun secara resmi meminta pemerintah daerah dan legislatif untuk lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan tersebut.
"Kami memohon perlindungan kepada Bapak Gubernur dan meminta agar proses harmonisasi diperhatikan secara seksama. Kami juga berharap DPRD membuka ruang dialog lintas pemangku kepentingan sebelum Perda ini ditetapkan. Jakarta tidak boleh menjadi episentrum pasar ilegal hanya karena regulasi yang disusun tanpa penilaian risiko sosial yang memadai," pungkas Budiyanto.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
Kapasitas PLTP Wayang Windu Bakal Ditingkatkan Jadi 230,5 MW
-
Revisi UU P2SK Dinilai Beri Perlindungan bagi Nasabah Kripto
-
Realisasi PNBP Tembus Rp 444,9 Triliun per November 2025, Anjlok 14,8%
-
Kemenkeu Ungkap Lebih dari 1 Miliar Batang Rokok Ilegal Beredar di Indonesia
-
Danantara dan BRI Terjun Langsung ke Lokasi Bencana Kab Aceh Tamiang Salurkan Bantuan
-
PLN Sebut Listrik di Aceh Kembali Normal, Akses Rumah Warga Mulai Disalurkan
-
Penerimaan Bea Cukai Tembus Rp 269,4 Triliun per November 2025, Naik 4,5%
-
BUMI Borong Saham Australia, Ini Alasan di Balik Akuisisi Jubilee Metals
-
Kemenkeu Klaim Penerimaan Pajak Membaik di November 2025, Negara Kantongi Rp 1.634 Triliun