Suara.com - Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan, penguatan fundamental ekonomi nasional yang dicapai pemerintah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir merupakan indikasi bekerjanya mesin-mesin kebijakan pembangunan ekonomi.
Karena itu, dia berharap fundamental perekonomian nasional yang sudah kuat itu harus dipertahankan dan ditingkatkan.
“Desain pembangunan ekonomi dalam lima tahun ke depan (2014-2019) membutuhkan visi kepemimpinan yang kuat,” ujarnya.
Firmanzah menguraikan bagaimana penguatan fundamental dibangun pemerintahan SBY dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi nasional terus dipertahankan positif di kisaran 5-6 persen dengan inflasi 4,5 persen. Sementara di sisi lain, cadangan devisa terus menguat akibat bergerak naiknya kinerja neraca perdagangan yang mendorong penurunan defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran.
“Bank Indonesia memprediksi defisit neraca transaksi berjalan periode kuartal-1 tahun 2014 akan berada di kisaran 2 persen (dari PDB), dan ditargetkan akan berada di bawah 3 persen hingga di akhir 2014,” ungkap Firmanzah seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Senin (7/4/2014).
Firmanzah lantas menunjukan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), di mana neraca perdagangan kembali melanjutkan tren surplus periode Februari 2014 sebesar 785,3 juta dollar Amerika. “Ekspor naik 0,68 persen (14,57 dollar Amerika) dari bulan sebelumnya, sementara impor turun 7,58 persen (13,79 dollar Amerika),” jelas Firmanzah.
Berlanjutnya surplus neraca dagang itu, lanjut Firmanzah, telah mendorong peningkatan cadangan devisa yang juga melanjutkan tren penguatan. Hingga akhir Maret 2014, cadangan devisa mencapai 102.6 miliar dollar Amerika atau naik dari posisi 99,4 miliar dollar Amerika pada Desember 2013.
Penguatan fundamental ekonomi juga ditunjukkan oleh penguatan nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan sepanjang Januari-Maret 2014.
“Penguatan rupiah bahkan tercatat sebagai penguatan tertinggi dari mata-uang negara-negara berkembang lainnya. Begitu pula halnya dengan indeks harga saham gabungan yang menembus batas psikologis di level 4.800 sebagai refleksi semakin besarnya kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia,” paparnya.
Ia juga menyebutkan, semakin bersinarnya ekonomi nasional juga ditunjukkan oleh membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat dengan pendapatan perkapita yang kini mencapai Rp. 36,5 juta atau melonjak 300 persendari 2004 sebesar Rp.10,5 juta.
Seiring dengan peningkatan kesejahteraan, lanjut Firmanzah, jumlah masyarakat miskin juga terus menurun. “Angka kemiskinan di akhir 2013 tinggal 11,3 persen dibanding 16,7 persen di 2004,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 5 HP Murah RAM 8 GB Memori 256 GB untuk Mahasiswa, Cuma Rp1 Jutaan
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Sunscreen Terbaik Mengandung Kolagen untuk Usia 50 Tahun ke Atas
- 8 Lipstik yang Bikin Wajah Cerah untuk Ibu Rumah Tangga Produktif
Pilihan
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
Terkini
-
Jaring Investor AS, MedcoEnergi (MEDC) Resmi Diperdagangkan di OTCQX
-
BUMN Dapen Jamin Transparansi Pengelolaan Dana
-
MNC Bank-Nobu Batal Kawin, OJK: Harapannya Tetap Fokus Target Pertumbuhan
-
BRI Manajemen Investasi Catatkan KIK EBA Syariah Perdana di Indonesia
-
Daftar Rincian Diskon Tarif Transportasi untuk Libur Akhir Tahun
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Bukan Hanya Harga Tinggi, Ini Faktor Lain yang Bikin KPPU Curiga Ada Kartel
-
Permata Bank Klaim Telah Turunkan Bunga Kredit, Tapi Hanya Segmen Tertentu
-
Uang Beredar M2 RI Melambat di Oktober 2025: Likuiditas Makin Ketat?
-
Kemenkeu Ungkap Alasan Pemda Lambat Belanja, Dana Mengendap di Bank Tembus Rp 244 T