Suara.com - Pembahasan Nota Keuangan dan RAPBN 2015 pada 15 Agustus nanti di DPR akan diisi dengan topik pemangkasan subsidi BBM. Hal ini seiring meningkatnya pembiayaan negara hingga 7 kali lipat untuk subsidi energi sejak 2010. Namun kebijakan pembatasan subsidi BBM jelas merugikan masyarakat nelayan.
Seperti diketahui, komposisi subsidi BBM sebanyak 97% dialokasikan untuk transportasi darat dan 3% sisanya untuk laut. Dari nilai yang kecil inilah, 2% diperuntukkan kepada nelayan. Dengan alokasi tersebut, tak mengherankan jika nelayan kesulitan mendapatkan BBM.
Padahal, untuk melaut nelayan mengeluarkan 60-70% dari biaya produksi. Apalagi kuotanya dikurangi hingga 20%. Dalam konteks ini, Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi tidak memihak dan cenderung menyengsarakan nelayan.
“Pusat Data dan Informasi Kiara (Agustus 2014) menemukan persoalan yang berulang dari tahun ke tahun menyangkut pengelolaan subsidi BBM bagi nelayan di Palu (Sulawesi Tengah), Langkat (Sumatera Utara), Konawe (Sulawesi Tenggara), Tarakan (Kalimantan Utara), dan Kendal (Jawa Tengah). Pertama, tidak tersedianya fasilitas (SPBB/SPBN/SPDN/APMS). Hal ini memicu persaingan tidak sehat antara nelayan berkapal <30 GT dengan >30 GT,” demikian keterangan tertulis Kiara yang diterima suara.com. Rabu (13/8/2014).
Persoalan kedua yaitu kecilnya alokasi dan pasokan yang tidak reguler berakibat pada sulitnya nelayan mendapatkan BBM bersubsidi dengan harga yang dipatok pemerintah. Di 5 wilayah yang ditemui Kiara ini nelayan justru mendapatkan solar dengan kisaran harga Rp7.000- Rp20.000. Bahkan, 80 persen nelayan tradisional di Langkat, Sumatera Utara, tidak dapat membeli solar di SPBN.
Ketiga, pola melaut yang berbeda-beda dan dikesampingkan dalam kebijakan pengelolaan BBM bersubsidi berimbas pada menganggurnya nelayan. Seharusnya, ada kebijakan khusus dalam penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, di antaranya bekerjasama dengan organisasi nelayan/perempuan nelayan.
Mengacu kepada ketiga hal di atas, Presiden Yudhoyono dan Presiden Terpilih 2014 Joko Widodo harus mengevaluasi kebijakan pengelolaan subsidi energi yang terlampau berorientasi ke daratan, khususnya BBM untuk nelayan, agar benar-benar tepat sasaran.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
IWIP Gelontorkan Pendanaan Rp900 Juta untuk Korban Bencana di Sumatera
-
Danantara dan BP BUMN Turunkan 1.000 Relawan untuk Bencana Sumatra, Diawali dari Aceh
-
Komitmen Nyata BUMN Peduli, BRI Terjunkan Relawan ke Daerah Bencana Sumatera
-
AKGTK 2025 Akhir Desember: Jadwal Lengkap dan Persiapan Bagi Guru Madrasah
-
Dasco Ketuk Palu Sahkan Pansus RUU Desain Industri, Ini Urgensinya
-
ASPEBINDO: Rantai Pasok Energi Bukan Sekadar Komoditas, Tapi Instrumen Kedaulatan Negara
-
Nilai Tukar Rupiah Melemah pada Akhir Pekan, Ini Penyebabnya
-
Serikat Buruh Kecewa dengan Rumus UMP 2026, Dinilai Tak Bikin Sejahtera
-
Kuota Mulai Dihitung, Bahlil Beri Peringatan ke SPBU Swasta Soal Impor BBM
-
Pemerintah Susun Standar Nasional Baru Pelatihan UMKM dan Ekraf