Bisnis / Ekopol
Jum'at, 19 Desember 2025 | 19:15 WIB
Ilustrasi buruh pabrik alas kaki (Dok. Istimewa)
Baca 10 detik
  • Aspirasi menilai rumus UMP 2026 berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi belum menjamin Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja.
  • Serikat buruh kecewa PP Pengupahan baru terbit akhir Desember, padahal seharusnya ditetapkan November 2025.
  • Aspirasi khawatir kebijakan ini berpotensi memicu konflik hubungan industrial karena kenaikan upah tidak sejalan pengendalian harga.

Suara.com - Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) menilai rumus penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 belum menjamin terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja. 

Penilaian itu disampaikan menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang baru ditandatangani Presiden dan mengatur formula kenaikan upah berbasis inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan koefisien alpha 0,5–0,9.

Serikat buruh itu menilai pendekatan perhitungan upah dalam beleid baru itu masih jauh dari harapan pekerja.

Presiden Aspirasi, Mirah Sumirat, menyebut formula tersebut tidak mencerminkan kebutuhan riil buruh dan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Ia menilai pemerintah masih mengandalkan pendekatan angka makro tanpa menjadikan kondisi hidup pekerja sebagai pijakan utama.

upah minimun sektoral Sumatera Selatan

"Kami kecewa atas keputusan tersebut bahwa rumus tersebut tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja dan keluarganya," ujar Mirah kepada wartawan, Jumat (19/12/2025).

Selain substansi kebijakan, Mirah juga menyoroti waktu penetapan aturan pengupahan tersebut. Menurut dia, kebijakan UMP semestinya sudah ditetapkan pada November 2025, namun baru diputuskan menjelang akhir Desember.

Ia menilai lamanya proses pembahasan seharusnya menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak kepada pekerja. Namun, hasil akhir yang muncul tetap dinilai minim dan tidak menjawab ekspektasi buruh.

"Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi secara jelas menyatakan bahwa upah minimum harus mengandung prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan, bukan sekadar pendekatan teknokratis berbasis angka makroekonomi,” ungkapnya

Dalam kondisi biaya hidup yang terus meningkat, Mirah menilai kenaikan upah minimum tanpa diiringi pengendalian harga akan sulit berdampak pada kesejahteraan pekerja. Ia menyinggung kenaikan harga pangan, transportasi, listrik, BBM, pendidikan, hingga layanan kesehatan yang kian menekan pengeluaran rumah tangga buruh.

Baca Juga: Pengusaha Sebut Formula Upah Minimum 2026 Bikin Lapangan Kerja Baru Sulit Tercipta

Menurut dia, kenaikan upah yang tidak sejalan dengan pengendalian biaya hidup hanya akan menjadi formalitas kebijakan tanpa perubahan nyata di lapangan.

Mirah juga mengingatkan potensi dampak lanjutan dari pelimpahan penetapan UMP kepada pemerintah daerah. Ia menilai kondisi tersebut berisiko memicu kekecewaan luas di kalangan buruh dan berujung pada aksi unjuk rasa di berbagai wilayah.

"Pengupahan ini hanya akan menjadi angka di atas kertas dan berpotensi memperlebar ketimpangan serta konflik hubungan industrial," tuturnya.

Situasi itu dinilai tidak kondusif bagi stabilitas hubungan industrial maupun iklim ketenagakerjaan nasional ke depan.

Atas dasar tersebut, Aspirasi mendesak pemerintah untuk meninjau ulang rumus penetapan upah minimum agar benar-benar menjamin KHL, mengendalikan harga kebutuhan pokok serta layanan dasar, dan melibatkan serikat pekerja secara bermakna dalam setiap proses pengambilan kebijakan pengupahan.

"Kami berharap kebijakan pengupahan ke depan mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kesejahteraan bagi pekerja, sekaligus menjaga hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan," pungkasnya. 

Load More