Suara.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pemerintah perlu merespon penurunan daya beli masyarakat menyusul anjloknya pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2015 menjadi 4,71 persen.
"Yang penting, harus ada respon jangka pendek, bagaimana menahan laju penurunan daya beli masyarakat. Karena suka tidak suka, ekonomi kita digerakkan oleh sektor konsumsi. Kalau konsumsi terganggu, tentu bisa mengganggu kinerja ekonomi," kata Enny di Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Ia menilai, sejumlah upaya yang efektif untuk dilakukan yaitu menjamin pasokan serta melakukan intervensi pasar agar bisa bekerja sempurna.
Dengan demikian, sejumlah distorsi seperti praktik kartel, penimbunan dan lainnya bisa benar-benar dipantau agar pasokannya terjamin dan distribusi pasokan stabil.
"Kalau itu bisa dilakukan, ini akan mendorong kembali konsumsi masyarakat. Kalau konsumsi masyarakat tidak turun drastis, kuartal II 2015 bisa balik lagi ke 5 persen (pertumbuhan ekonominya)," katanya.
Menurut Enny, konsumsi merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi selain ekspor dan investasi. Namun, peran konsumsi lebih besar ketimbang dua sektor lainnya lantaran berdampak langsung tanpa membutuhkan jangka waktu tertentu.
Sayangnya, ujarnya, daya beli masyarakat masih terus terdistraksi dengan wacana kenaikan tarif dasar listrik dan harga bahan bakar minyak "Bulan depan sudah masuk Ramadan lalu Lebaran, tanpa ada gangguan dari pemerintah saja akan ada lonjakan inflasi yang besar.
Di sisi lain, Enny mengakui saat ini komponen pendorong pertumbuhan ekonomi tengah melambat, seperti pelemahan ekonomi dunia serta terlambatnya penyerapan anggaran belanja.
Oleh karena itu, menurut dia, salah satu sektor yang bisa diubah pemerintah untuk memperbaiki kinerja ekonomi adalah daya beli masyarakat.
"Memperbaiki daya beli masyarakat ini masih terjangkau dengan kebijakan menteri negara. Caranya yaitu dengan memberi stimulus ke usaha mikro kecil agar bisa 'survive'. Usaha kecil mikro ini kan bisa menyerap tenaga kerja, sehingga bisa berdampak pada kehidupan masyarakat," katanya. (Antara)
Berita Terkait
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
Purbaya: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,04% Q3 2025, Belanja Pemerintah Ikut Ngegas
-
Anak Kopi Wajib Tahu! Berapa Sih Batas Aman 'Nyandu' Kafein Sehari Biar Nggak Berakhir Gemetaran?
-
GoFood Digitalisasi Ratusan UMKM Kuliner Dalam 5 Menit dengan Aplikasi GoFood Merchant
-
Tamsil Linrung Soroti Daerah Berperan Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025