Suara.com - Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang ditandatangani tanggal 15 Juni 2015. Dalam Perpres ini terdapat 14 komoditas yang nantinya harga acuan ditentukan oleh pemerintah.
Pengamat Ekonomi Indef Aviliani menilai, jika pemerintah ingin mengendalikan harga dengan mengunakan Perpres tersebut, maka pemerintah harus menyiapkan dana sekitar Rp17 triliun untuk satu komoditas yang akan dikendalikan harganya.
"Kalau pemerintah mau mengendalikan harga coba bisa dibayangkan berapa dana yang harus dikeluarkan kepada Bulog. Untuk satu komoditas saja butuh Rp17 triliun coba dibayangkan kalau 14 komoditas mau dikendalikan pemerintah, ini akan sulit. Kenapa? Karena HPP saja masih ditentukan oleh pemerintahnya sendiri,” kata Aviliani Kamis malam (25/6/2015).
Dia mencontohkan, saat Bulog tidak bisa menyerap gabah petani lantaran Harga Pembelian Pemerintah (HPP) ditentukan oleh pemerintah yang terlalu rendah. Karena itu petani lebih memilih menjual gabahnya diluar dari Pemerintah.
"Kalau Bulog enggak bisa nyerap otomastis stoknya kurang yang disalahkan Bulognya. Padahal, permasalahannya itu karena HPP yang ditentukan. Apalagi kalau Perpres itu diterbitkan dan jadi punya HPP masing-masing, ya Perpres tersebut dikatakan mandul itu benar,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, jika pemerintah ingin menjalankan Perpres tersebut maka seharusnya Perpres tersebut lebih efektif dikelola oleh Pemerintah Daerah dibandingkan oleh pemerintah pusat. Selain dari segi pemahaman wilayah masing-masing, dana yang dibutuhkan hanya sekitar Rp1 trilun masing –masing daerah untuk menjadi stabilitator harga pangan.
"Mereka (Pemda) lebih tahu pasokannya masing-masing. Kalau mau, Perpres dikelola daerah itu lebih efektif. Dananya hanya sekitar Rp1 triliun. Itu (dana tersebut) bisa digunakan untuk mengembangkan produktivitas. Misalnya daerahnya minim cabai ya digunakan untuk meningkatkan produksi cabai itu. Daripada Rp17 triliun dikali 14 komoditas belum tentu efektif juga kan,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
-
Kelangsungan Usaha Tidak Jelas, Saham Toba Pulp Lestari (INRU) Digembok BEI Usai Titah Prabowo
-
Satu Calon Pelatih Timnas Indonesia Tak Hadiri Proses Wawancara PSSI, Siapa?
-
5 HP Tahan Air Paling Murah untuk Keamanan Maksimal bagi Pencinta Traveling
Terkini
-
Pabrik VinFast Subang Digeruduk Massa Sehari Usai Diresmikan, Minta 'Jatah' Lokal
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Investor ADRO Dapat Jatah Dividen Rp 4 Triliun, Kapan Mulai Cair?
-
Apa Itu e-Kinerja BKN? Ini Cara Akses dan Fungsinya dalam Pembuatan SKP
-
Panduan Daftar NPWP Online 2025 Lewat Coretax
-
Trump Berulah! AS Blokade Tanker Venezuela, Harga Minyak Mentah Meroket Tajam
-
BRI Tebar Dividen Interim Rp137 per Saham, Cek Jadwal Terbaru Pasca Update
-
Harga Pangan 18 Desember: Beras, Bawang, Cabai, Daging Ayam dan Migor Turun
-
Kelangsungan Usaha Tidak Jelas, Saham Toba Pulp Lestari (INRU) Digembok BEI Usai Titah Prabowo
-
BI: Ekonomi Indonesia Bisa Tertekan Imbas Bencana Aceh-Sumatra