PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menerbitkan laporan keuangan Tahun 2015 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, Firma anggota jaringan global PwC di Indonesia. Hasil audit menunjukkan bahwa Perseroan selama tahun 2015 mencapai realisasi kinerja yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN I Made Suprateka, pendapatan penjualan tenaga listrik PT PLN pada 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp23,2 triliun atau 12,44 persen sehingga menjadi Rp209,8 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp186,6 triliun. "Pertumbuhan pendapatan ini berasal dari kenaikan volume penjualan kWh menjadi sebesar 202,8 Terra Watt hour (TWh) atau naik 2,14 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 198,6 TWh, serta adanya kenaikan harga jual rata-rata," kata I Made dalam keterangan resmi, Rabu (29/6/2016).
Peningkatan konsumsi kWh ini sejalan dengan kenaikan jumlah pelanggan yang dilayani perusahaan sampai dengan akhir Bulan Desember 2015 yang telah mencapai 61,2 juta pelanggan atau bertambah 3,7 juta pelanggan (6,39 persen) dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 57,5 juta pelanggan. Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 84,35 persen pada Desember 2014 menjadi 88,3 persen pada Desember 2015.
Perusahaan dapat melakukan efisiensi dan penghematan sehingga subsidi listrik pada 2015 turun sebesar Rp42,8 triliun menjadi sebesar Rp56,6 triliun dibandingkan 2014 sebesar Rp99,3 triliun. Meskipun volume penjualan meningkat, namun beban usaha perusahaan turun sebesar Rp19 triliun atau 7,16 persen menjadi Rp 246,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 265,3 triliun. Penurunan ini terjadi karena program efisiensi yang terus dilakukan perusahaan antara lain melalui pengoperasian dan tatakelola pembangkit yang lebih baik, substitusi penggunaan bahan bakar minyak/BBM dengan penggunaan batubara/energi primer lain yang lebih murah, serta pengendalian biaya lainnya. "Efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp36,4 triliun sehingga pada 2015 menjadi Rp35,0 trilliun atau 49,02 persen dari tahun sebelumnya Rp71,5 trilliun terutama dikarenakan penurunan konsumsi BBM 2 juta kilo liter," ujar I Made.
Untuk mengurangi beban operasi akibat mata uang Rupiah terdepresiasi terhadap mata uang asing terutama Dolar Amerika Serikat (AS), Perusahaan mulai bulan April 2015 telah melakukan transaksi lindung nilai (hedging) atas sebagian kewajiban dan hutang usaha dalam valuta asing yang akan jatuh tempo. EBITDA tahun 2015 sebesar Rp51,5 triliun, naik sebesar Rp2,8 triliun dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp48,7 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan kinerja PLN dalam melakukan efisiensi dan perbaikan kapasitas pembangkit. Perbaikan kinerja PLN pada tahun 2015, mengantarkan Perseroan untuk dapat mencetak laba bersih sebesar Rp15,6 triliun.
Revaluasi Aset yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2015 menghasilkan kenaikan Aset Tetap sebesar Rp653,4 triliun sehingga total aset perseroan menjadi Rp1.227 triliun. Nilai Ekuitas Perseroan naik sebesar Rp661,0 triliun menjadi Rp848,2 triliun, sehingga rasio hutang terhadap equity (DER) membaik dari 124,7 persen tahun 2014 menjadi 29,7 persen di tahun 2015 yang akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mencari pendanaan eksternal dalam rangka mensukseskan program 35.000 MW.
Pada Tahun 2015, PLN melakukan re-assessment atas Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 dan menyimpulkan bahwa perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dengan perusahaan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) tidak tepat kalau dicatat seperti transaksi sewa guna usaha. Beberapa alasan bahwa penerapan perjanjian jual beli listrik tidak tepat diperlakukan seperti perjanjian sewa, antara lain : karena penerapan ISAK 8 tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya serta mengabaikan substansi/fakta legal; membuat PLN seolah-olah harus mencatat aset dan hutang IPP di Neraca PLN; dan tidak mencerminkan realisasi kinerja operasi PLN. Sebagian besar pengguna laporan keuangan PLN tidak menggunakan laporan keuangan dengan ISAK-8 yaitu investor global bond, perbankan lokal, otoritas perpajakan, dan BPK-RI dalam perhitungan subsidi listrik TA 2015.
Selain itu, penerapan ISAK-8 telah meningkatkan beban keuangan Negara yaitu kenaikan subsidi listrik sekitar Rp2 triliun per tahun, dan penurunan potensi penerimaan Negara dari dividen. Selain itu, dengan penerapan ISAK-8 kemampuan PLN sebagai proxy Pemerintah untuk menjalankan Proyek 35.000 MW dan tugas-tugas selanjutnya menjadi semakin terbatas karena harus memikul beban hutang IPP sekitar USD 40 milyar beberapa tahun kedepan. Disamping itu dengan penerapan ISAK 8, hutang valas Indonesia seolah bertambah karena adanya double counting yakni dibuku di IPP dan juga di buku di PLN.
"Untuk menghindari perbedaan pendapat dengan akuntan publik, maka Direksi PLN pada tahun 2015 telah mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk diberikan pengecualian (waiver) penerapan ISAK-8. Pihak Pemerintah RI yaitu Menteri BUMN dan Menteri Keuangan telah memberikan dukungan atas posisi PLN, sebagaimana dinyatakan dalam surat Menteri Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor S-246/MK/2016 tanggal 5 April 2016 perihal dukungan atas pengecualian penerapan ISAK 8 pada laporan keuangan PT PLN (Persero). Sampai dengan Laporan Keuangan tahun buku 2015 diterbitkan, OJK belum memberikan persetujuan atas permohonan PLN tersebut," tutup I Made.
Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan (PWC) sebagai Auditor Ekternal PLN belum sepakat dengan hasil re-assessment ISAK 8 yang dilakukan oleh PLN, sehingga Laporan Keuangan PLN tahun buku 2015 diterbitkan dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion).
Berita Terkait
-
Pertamina Raih Nilai Tambah 174 Juta Dolar dari Bisnis Pengolahan
-
PDIP Minta Tax Amnesty Tak Jadi Andalan Sumber Pendapatan Negara
-
Pengamat: Ada Dua Bahaya Holdingisasi BUMN Pertamina & PGN
-
Idrus Kritik Ketimpangan Ekonomi di Jakarta Masih Tinggi
-
PAD Batang Meningkat 300 Persen, Ini Jawaban Bupati Yoyok
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Buat Tambahan Duit Perang, Putin Bakal Palak Pajak Buat Orang Kaya
-
Bank Mandiri Akan Salurkan Rp 55 Triliun Dana Pemerintah ke UMKM
-
Investasi Properti di Asia Pasifik Tumbuh, Negara-negara Ini Jadi Incaran
-
kumparan Green Initiative Conference 2025: Visi Ekonomi Hijau, Target Kemandirian Energi Indonesia
-
LHKPN Wali Kota Prabumulih Disorot, Tanah 1 Hektare Lebih Dihargai 40 Jutaan
-
Masyarakat Umum Boleh Ikut Serta, Pegadaian Media Awards Hadirkan Kategori Citizen Journalism