Kementerian Perindustrian berkomitmen menumbuhkan industri pengolahan kelapa sawit di dalam negeri sebagai pelaksanaan kebijakan nasional hilirisasi di sektor agro. Pasalnya, sektor ini memberikan sumbangan besar bagi perekonomian nasional melalui peningkatan nilai tambah, kinerja nilai ekspor, penyerapan tenaga kerja, pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan kontribusi pada penerimaan negara.
“Industri kelapa sawit dari hulu sampai hilir merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat strategis. Saat ini, luas perkebunan kelapa sawit diperkirakan mencapai 11,6 juta hektare, di mana lebih dari 41 persen merupakan kebun rakyat,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pertemuan Nasional Sawit Indonesia Tahun 2017 di Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Merujuk data Statistik Perkebunan Indonesia tahun 2016, perkebunan kelapa sawit berperan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di dalam negeri sebanyak 5,7 juta orang, dengan 2,2 juta orang di antaranya adalah petani rakyat skala kecil. “Secara keseluruhan, diperkirakan sekitar 16–20 juta orang mengandalkan penghidupan dari bisnis kelapa sawit hulu-hilir yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia,” tutur Airlangga.
Sementara itu, berdasarkan data BPS sampai bulan September 2016, tercatat nilai ekspor produk hilir sawit sebesar USD13.3 miliar atau telah melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi. “Produk hilir mencapai 54 jenis. Secara rata-rata tahunan, sektor industri kelapa sawit hulu-hilir menyumbang USD20 miliar pada devisa negara,” imbuh Airlangga. Sedangkan, khusus bagi pendapatan bukan pajak, sektor perkelapasawitan menyumbang Rp12 triliun per tahun, yang dipungut atas ekspornya dalam bentuk dana perkebunan dan bea keluar.
“Dalam jangka menengah, kami memprioritaskan upaya peningkatan investasi industri pengolahan sawit untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah produksi bahan baku yang diharapkan mencapai 40 juta ton CPO pada tahun 2020,” ungkap Airlangga. Selanjutnya, dalam jangka panjang, Kemenperin mendorong pertumbuhan industri pengolahan sawit terutama yang membawa teknologi canggih dan terkini untuk menghasilkan aneka produk hilir seperti super edible oil, golden nutrition, bio plastic, bio surfactant, hingga green fuel.
Menurut Menperin, untuk memacu hilirisasi industri kelapa sawit, pemerintah menggunakan instrumen kebijakan fiskal melalui pengenaan tarif bea keluar secara progresif sejak tahun 2011, disusul dengan kebijakan penghimpunan dana perkebunan pada tahun 2015. “Kedua instrumen fiskal ini bersinergi untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri domestik, menciptakan permintaan minyak sawit di dalam negeri, dan menciptakan iklim usaha yang kondusif,” paparnya.
Dengan penerapan kebijakan tersebut, sejak tahun 2013, telah terjadi pergeseran rasio ekspor yang semula 70 persen produk hulu dan 30 persen produk hilir, menjadi 30 persen produk hulu dan 70 persen produk hilir. Diharapkan, pasar ekspor minyak sawit Indonesia terus meningkat dengan negara-negara tujuan utama seperti India, Cina, Pakistan, dan negara-negara Timur Tengah.
Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto menyampaikan, minyak sawit berpotensi menjadi pemasok utama pasar minyak nabati dunia, karena produktivitasnya lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya. “Kebutuhan minyak nabati dunia tahun 2020 diperkirakan mencapai 210 juta ton dan pada tahun 2050 mencapai 365 juta ton,” ungkapnya.
Baca Juga: Investor Sawit Asal Jepang Investasi 90 Juta Dolar AS di Riau
Namun demikian, menurut Panggah, pasar ekspor konvensional khususnya di wilayah Uni Eropa masih melakukan kampanye negatif terkait lingkungan dan hambatan perdagangan atas impor CPO dan produk hilir asal Indonesia. “Masalah ini perlu segera diatasi, tetapi di lain pihak, pasar non-konvensional seperti negara di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Timur yang tumbuh pesat perlu digarap lebih intensif,” tegasnya.
Lebih lanjut, Panggah mangatakan, peningkatan pemanfaatan minyak sawit di dalam negeri dapat ditingkatkan, salah satunya melalui program mandatori biodiesel 20 persen (B-20). “Dalam hal ini, Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP) Kelapa Sawit dapat menjalankan tugas untuk mendukung penggunaan B-20 dalam negeri sehingga akan meningkatkan serapan domestik dan menghindari jatuhnya harga CPO internasional,” ungkapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
Terkini
-
Histori Respon Pasar Pasca Reshuffle Menteri Keuangan: Disiplin Fiskal dan Sentimen
-
Tinggalkan Logistik Konvensional, JBL Mulai Transisi Gunakan Truk Listrik
-
Soal 17+8 Tuntutan Rakyat, Menkeu: Itu Suara Sebagian Kecil Rakyat
-
Menkeu Baru: Sukar Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Tahun Ini, Pak Presiden
-
Menkeu Purbaya Punya Kekayaan Rp 39 Miliar, Koleksi 4 Mobil Mewah
-
BPJS Kesehatan Boyong Golden Trophy 2025, GRC Jadi Kunci Layanan
-
Saham Emiten Rokok Terbang Tinggi saat Perbankan Ambruk: Efek Sri Mulyani Diganti?
-
Harga Emas Antam Tembus Rp2 Juta per Gram! Ini 5 Fakta di Balik Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah
-
Purbaya: Tidak Terlalu Sulit Memperbaiki Ekonomi yang Lambat
-
Waspada! Rupiah Besok Diramal Merosot Setelah Reshuffle Kabinet