Presiden Joko Widodo mengklaim beberapa waktu belakangan, Indonesia telah mampu meredam gejolak inflasi. Berdasarkan data Bank Indonesia angka inflasi nasional dalam kurun 2016-2017 tercatat cukup rendah. Bahkan pada akhir 2016, inflasi berada pada angka 3,02 persen, terendah dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
Menurutnya pemerintah pusat maupun daerah mampu mengendalikan inflasi itu karena telah membangun jaringan informasi secara baik.
"Beberapa tahun terakhir ini telah banyak sekali dibangun jaringan-jaringan dan prosedur-prosedur untuk menyebarluaskan informasi sehingga semua pasar bisa melihat harga," kata Jokowi saat meresmikan pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Dengan tersedianya informasi itu, para petani misalnya, dapat lebih cepat dalam mengetahui perkembangan harga komoditas di pasar. Informasi terkait harga komoditas ini pada gilirannya juga dapat meningkatkan efisiensi perencanaan paket kebijakan moneter yang akan diambil pemerintah.
Selanjutnya, Jokowi juga memberikan apresiasi terhadap semakin akurat dan tepat waktunya informasi yang disebarkan itu. Kecepatan waktu yang berhasil diraih dinilai sangat penting untuk mengetahui keadaan pasar dan memberikan respons cepat bila terjadi kenaikan harga komoditas.
"Jadi kalau ada harga barang lebih mahal di satu tempat, tapi murah di tempat lain, bisa langsung dikirim ke sana jadi harga stabil kembali," ucar dia.
Upaya ketiga yang ditempuh pemerintah ialah dengan menumbuhan budaya organisasi yang lebih awas terhadap segala perubahan harga. Sedikit saja terjadi perubahan harga, pemerintah akan langsung bergerak menanggapi perubahan itu.
"Kalau dulu naik dianggap biasa, sekarang tidak biasa. Ini budaya organisasi yang sangat baik untuk diteruskan," terang dia.
Baca Juga: Pasokan Garam Langka, Jokowi Akan Cek Langsung
Meski demikian, Jokowi tetap meminta jajarannya baik di pusat maupun daerah untuk terus berinovasi dalam menjaga dan menekan laju inflasi di tiap daerah.
"Karena kita sudah lama memiliki budaya pasrah soal inflasi. Sudah menjadi persepsi publik kisaran 8-10 persen itu sesuatu yang wajar dan tidak dapat diapa-apakan. Padahal bisa kita kerjakan. Kenapa di negara lain inflasi bisa sangat rendah sekali, satu sampai dua persen? Karena mereka melakukan sesuatu," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
Terkini
-
Pemerintah Kucurkan Bantuan Bencana Sumatra: Korban Banjir Terima Rp8 Juta hingga Hunian Sementara
-
Apa Itu MADAS? Ormas Madura Viral Pasca Kasus Usir Lansia di Surabaya
-
Investasi Semakin Mudah, BRI Hadirkan Fitur Reksa Dana di Super Apps BRImo
-
IPO SUPA Sukses Besar, Grup Emtek Mau Apa Lagi?
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
BUMN Infrastruktur Targetkan Bangun 15 Ribu Huntara untuk Pemulihan Sumatra
-
Menpar Akui Wisatawan Domestik ke Bali Turun saat Nataru 2025, Ini Penyebabnya
-
Pemerintah Klaim Upah di Kawasan Industri Sudah di Atas UMP, Dorong Skema Berbasis Produktivitas
-
Anggaran Dikembalikan Makin Banyak, Purbaya Kantongi Rp 10 Triliun Dana Kementerian Tak Terserap
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga