Suara.com - Beredarnya postingan oleh seorang pengamat yang telah menyalahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan terkait harga batubara acuan sudah menyentuh diatas 100 dolar Amerika Serikat permetric ton perlu dimaklumi dan disikapi dgn arif dan bijaksana.
Hanya saja perlu dipahami bahwa penentuan Harga Batubara Acuan (HBA) ditentukan berdasarkan Permen ESDM Nomor 44 tahun 2017 atas perubahan Permen ESDM Nomor 7 thn 2017 Tentang Tata Cara Penetapan harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara.
"Permen ini berdasarkan UU nmr 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara," kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, saat dihubungi Suara.com, Senin (12/2/2018).
Sehingga HBA yang diperoleh merupakan harga yang diperoleh dari rata rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Inded (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNI), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR dengan Total Moisture 8 persen, Total Sulfur 0,8 persen dan kandungan Ash 15 persen.
"Oleh karena itu harga batubara acuan dan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah sudah tentu akan menentukan harga beli batubara oleh PLN dan IPP (Independent Power Producer). Ini juga akan mempengaruhi biaya pokok produksi listrik per KWH nya. Akibatnya PLN akan menanggung beban untuk harga jual listrik bersubsidi," jelasnya.
Disisi lain konsumen lisrik umum akan menanggung beban lebih berat. Apalagi kalangan industri kecil, menengah dan besar akan menerima imbas beban biaya produksinya akan menjadi lebih besar. Bisa jadi beban tambahan biaya listrik untuk kalangan infdustri akan menyebabkan semakin sulit bersaing dengan harga produk impor.
"Maka harapan Presiden Joko Widodo ditahun 2018 akan peningkatan angka ekspor produk industri kita akan semakin jauh dari harapan," tuturnya.
Sementara itu merubah kebijakan dalam menentukan harga batubara acuan diluar ketentuan diatas itu tidaklah mudah bagi seorang Menteri ESDM Ignasius Jonan. Karena ternyata penambang batubara skala besar di negara kita diduga ikut juga berkontribusi dalam kampanye Pilpres, Pileg dan Pilkada.
"Saya mensinyalir adanya tekanan politik dan kekuasaan terhadap Menteri ESDM," katanya.
Belum lagi penambang skala menengah didominasi juga oleh tokoh - tokoh politik dan mantan jendral - jendral. Sementara penambang skala kecil umumnya dikuasai juga oleh tokoh - tokoh ormas di pusat maupun didaerah yang diduga berkoloborasi dengan mantan dan kepala daerah yang masih menjabat.
Yusri menegaskan langkah Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencari keseimbangan harga batubara yang wajar diantara berbagai kepentingan antara kepentingan pengusaha batubara disatu sisi, dan kepentingan PLN disisi lain, serta konsumen disisi lainya bukanlah perkara mudah. Sudah pasti upaya ini harus melalui jalan terjal dan berliku.
"Tentu kita berharap mendapatkan hasil yang baik bagi semua kepentingan dan harga listrik tetap tidak naik.
Bisa saja analisa saya salah, namun bagi pihak yang tidak percaya silahkan lakukanlah investigasi terhadap badan hukum seluruh IUP mineral dan batubara akan memperlihatkan fakta yang mengejutkan," urainya.
Sekedar informasi, produksi nasional batubara tahun 2017 mencapai sebesar 461 juta metric ton dari target RKAB (rencana Kerja Anggaran Belanja) sebesar 488 juta metric ton. Adapun kebutuhan dalam negeri sebesar 97 juta metric ton selama tahun 2017 dan diprediksikan pada tahun 2018 bisa mencapai 121 juta metric ton dengan beroperasinya beberapa PLTGU ditahun 2018.
Dengan demikian, sisa dari total produksi batubara nasional setelah dikurangi kebutuhan lokal semuanya dilakukan ekspor. Hanya perlu dicatat bahwa suatu prestasi yang sedikit membanggakan adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minerba tahun 2017 mencapai Rp40,6 triliun diatas target PNBP di APBN yang sebesar Rp32 triliun.
Berita Terkait
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
Krisis BBM SPBU Swasta, Akankah Terulang Tahun Depan?
-
Bencana Sumatera Jadi Pertimbangan ESDM Terapkan Mandatori B50 di 2026
-
Purbaya Mau Ubah Skema Distribusi Subsidi, Ini kata ESDM
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Danantara dan BRI Terjun Langsung ke Lokasi Bencana Kab Aceh Tamiang Salurkan Bantuan
-
PLN Sebut Listrik di Aceh Kembali Normal, Akses Rumah Warga Mulai Disalurkan
-
Penerimaan Bea Cukai Tembus Rp 269,4 Triliun per November 2025, Naik 4,5%
-
BUMI Borong Saham Australia, Ini Alasan di Balik Akuisisi Jubilee Metals
-
Kemenkeu Klaim Penerimaan Pajak Membaik di November 2025, Negara Kantongi Rp 1.634 Triliun
-
BRI Peduli Siapkan Posko Tanggap Darurat di Sejumlah Titik Bencana Sumatra
-
Kapitalisasi Kripto Global Capai 3 Triliun Dolar AS, Bitcoin Uji Level Kunci
-
Kenaikan Harga Perak Mingguan Lampaui Emas, Jadi Primadona Baru di Akhir 2025
-
Target Mandatori Semester II-2025, ESDM Mulai Uji Coba B50 ke Alat-alat Berat
-
Ritel dan UMKM Soroti Larangan Kawasan Tanpa Rokok, Potensi Rugi Puluhan Triliun