Suara.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyoroti kesejahteraan nelayan yang dinilai masih jauh dari kata sejahtera. Padahal, kekayaan laut Indonesia melimpah ruah, tapi tidak tak dapat mengelurkan nelayan dari jerat kemiskinan.
“Ada yang salah dari kita. Harusnya kalau hasil lautan Indonesia triliunan dolar Amerika setiap tahunnya itu bisa dinikmati oleh nelayan, maka rumah-rumah mewah tidak hanya berdiri di sepanjang Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara dan Ancol saja. Tapi juga berdiri disepanjang Pantura mulai jadi Jawa Tengah hingga Jawa Timur.” kata Bambang di Jakarta, Selasa (20/3/ 2018).
Faktanya, kata Bambang, kehidupan para nelayan di daerah pesisir pantai utara Jawa masih indentik dengan kemiskinan dan kumuh. Orang lebih mengenal daerah Pantura dengan warung remang-remang tempat para sopir truk mencari hiburan malam ketimbang kekayaan bahari yang dimilikinya.
Padahal, menurut dia, selama ini nelayan di daerah Pantura juga turut memberikan kontribusi yang tidak kecil dalam menggerakkan roda perekonomian dan pembangunan.
Ia pun mengakui, saat ini masih ada persoalan dari berbagai peraturan perundangan di sektor kelautan dan perikanan yang telah dibuat DPR bersama pemerintah. Termasuk pula kebijakan penenggalaman kapal asing pencuri ikan yang menurutnya, juga tak berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Seharusnya kapal-kapal yang menerobos perairan Indonesia secara ilegal tidak ditenggelamkan. Kapal tersebut lebih baik diberikan kepada nelayan secara gratis untuk meningkatkan penghidupan para nelayan. Itu jauh lebih bermanfaat bagi nelayan. Saya pun mempunyai pertanyaan yang sama dengan Pak Menko Maritim (Luhut Binsar Panjaitan) setelah penenggelaman kapal, What’s next?,” tutur Bambang.
Lebih lanjut, politikus Partai Golkar menerangkan, UNDP menyebutkan perairan Indonesia sebagai habitat bagi 76 persen terumbu karang dan 37 persen ikan karang dunia. Namun hingga kini nelayan di pulau Jawa masih menghadapi dilema terkait keberadaan alat tangkap cantrang.
Satu sisi, penggunaan alat tangkap cantrang tersebut bisa mengurangi sumberdaya ikan serta merusak habitat dan ekosistem laut. Namun disisi lain, pendapatan nelayan pun menjadi menurun.
“Dampak ekologis pelarangan cantrang akan menimbulkan dampak positif bagi kondisi lingkungan. Namun, kenyataan tersebut akan berbanding terbalik dengan dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan. Pada aspek ekonomi, pelarangan cantrang akan memengaruhi tingkat pendapatan, jumlah hasil tangkapan dan diferensiasi alat tangkap,” ujar Bambang.
“Sementara, dampak sosial yang ditimbulkan yaitu berubahnya hubungan sosial dalam kehidupan nelayan dan tingkat kesejahteraan yang menurun,” tambah Bambang.
Mantan Ketua Komisi III DPR juga mendorong potensi ekonomi sektor kelautan yang mencapai lebih 1,3 triliun USD per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 40 juta jiwa, harus bisa memberikan kontribusi nyata yang lebih besar lagi terhadap produk domestik bruto.
“Di tahun 2016, sektor perikanan menyumbang 3 persen terhadap PDB Nasional. Sampai dengan 2019, kita berharap angkanya mampu meningkat mencapai 9 persen. Bahkan jika memungkinkan menembus dua digit. Ini tentu bukan hal yang mudah, butuh kerjasama semua pihak," kata Bambang.
Ia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan memaksimalkan penggunaan anggaran Rp7,28 triliun dari APBN 2018. Dengan demikian, tingkat kemiskinan nelayan dapat diatasi. Berdasarkan data BPS 2016 nelayan telah berkontribusi sekitar 26 persen atau 7,87 juta jumlah penduduk miskin di Indonesia.
"Program kerja kementerian harus mengedepankan asas manfaat. Berbagai program bagus yang telah dijalankan harus dilanjutkan dan diperluas di tahun 2018 ini. Antara lain pengadaan kapal perikanan, alat tangkap ramah lingkungan, hingga premi asuransi nelayan," kata Bambang.
Berita Terkait
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
5 Kali Sufmi Dasco Pasang Badan Bela Rakyat Kecil di Tahun 2025
-
Dari Pinggir Pesisir: Kisah Perempuan Nelayan yang Suaranya Sering Tak Didengar
-
Nasib Malang Perempuan Nelayan: Identitas Hukum yang Tak Pernah Diakui
-
Migrasi Sunyi Nelayan: Ketika Laut Tak Lagi Menjanjikan Pulang
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
Terkini
-
PGN dan Dart Energy Teken Perjanjian Jual-Beli Gas Metana Batubara
-
Kemenhub Proyeksikan 119,5 Juta Orang Wara-wiri pada Nataru
-
Bongkar Strategi BUMN Migas Jaga Kepercayaan Investor Asing
-
Usai Ancam Bekukan Bea Cukai, Purbaya: Sekarang Lebih Aktif Razia, Hampir Sulit Disogok
-
Merger BUMN Karya Belum Rampung, Targetnya Mundur di 2026
-
MORA Resmi Merger dengan MyRepublic, Sinar Mas Ambil Kendali
-
Purbaya Klaim Coretax Siap Pakai, 60 Ribu Orang Sukses Login Bersamaan
-
Panel Surya Buatan Batam Diekspor ke AS, Raup 20,7 Juta Dolar
-
Purbaya Sebut Dana SAL Rp 200 Triliun Sukses Turunkan Suku Bunga, Ini Buktinya
-
Redakan Panik, Pertamina Distribusikan 20.000 Tabung LPG 3 kg di Aceh