Suara.com - Dolar Amerika Serikat terus menunjukan keperkasaannya hingga membuat mata uang negara-negara lain lemah tak berdaya dibuatnya.
Pastinya ada alasan mengapa dolar AS bisa kian perkasa. Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan, penguatan dolar AS lebih disebabkan oleh kondisi perekonomian negara Paman Sam itu.
Awal mulanya dari salah satu kebijakan Presiden Donald Trump yang memangkas pajak penghasilan perusahaan dari 35 persen menjadi 21 persen.
Lulusan Master di VanderBilt University ini melanjutkan, dengan pemangkasan pajak itu membuat penerimaan negara AS dari pajak turun.
Sehingga, dengan penerimaan negara yang mengalami penurunan dan pengeluaran negara tetap, membuat defisit anggaran AS meningkat.
"Nah defisit yang nambah itu ditutup oleh utang, ketika utang naik, imbal hasil naik. Imbal hasil naik menunjukkan obligasi murah, jadi pada beli. Jadinya pada butuh dolar, nah dolarnya menguat," kata Lana saat dihubungi Suara.com.
Mata Uang Negara Berkembang Jadi Korban Keperkasaan Dolar AS
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, penguatan dolar AS pastinya berdampak pada nilai tukar mata uang lainnya.
Salah satunya, adalah mata uang negara berkembang seperti Indonesia, Argentina, serta yang lainnya.
Hal ini karena, perdagangan antara negara berkembang menggunakan dolar AS. Sehingga, jika impor negara berkembang tersebut banyak dan neraca perdagangannya defisit, maka permintaan dolar AS naik, dan ini yang akan membuat dolar semakin perkasa.
"Dolar AS menguat terhadap mata uang negara berkembang, bukan berarti dolar AS pasti menguat terhadap major Currency," jelas Ariston.
Sedangkan, Lana mengatakan, imbas dolar AS menguat lebih dirasakan oleh negara yang mempunyai perjanjian atau mitra-mitra dagang dengan Amerika Serikat.
Namun, mata uang di dunia termasuk rupiah melemah bukan karena penguatan dolar AS semata. Ada alasan lain yang bisa menyebabkan mata uang suatu negara melemah.
Dosen Fakultas Ekonomi UI ini mencontohkan, pelemahan yang dialami rupiah. Tentunya, terdapat isu dalam negeri yang membuat rupiah juga melemah.
Misalnya, pada saat defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) yang tinggi bisa membuat rupiah melemah.
"Memang benar gara-gara dolar menguat, tapi bukan satu-satunya faktor. Faktor lain juga yang bisa kita akui dalam negeri," imbuh Lana.
Kenapa Dolar AS Lebih Dominan?
Ariston mengungkapkan, lebih dominannya dolar AS terhadap mata uang lainnya, karena Amerika Serikat merupakan negara Adikuasa.
Dengan begitu, negara-negara maju maupun berkembang akan membandingkan mata uangnya dengan dolar AS.
"Pemakaian dolar AS paling banyak di negara-negara seluruh dunia," tutur Ariston.
Sementara, Lana melihat lebih dominan dolar AS terhadap mata uang lainnya disebabkan oleh 80 persen perdagangan negara-negara di dunia menggunakan dolar AS untuk transaksinya.
Maka dari itu, dolar AS pasti dibutuhkan dan lebih dominan dibandingkan negara lainnya.
"Jadi, negara manapun juga semuanya mintanya dolar AS. Dagang sama uni eropa juga mintanya dolar AS. Dengan dolar dimana-mana likuiditasnya otomatis makin besar kebutuhannya," imbuh Lana.
Dolar AS Menguat Apakah Bahaya?
Ternyata dolar AS menguat tidak terlalu bahaya bagi beberapa negara. Lana menerangkan, dengan penguatan dolar AS ini membuat sentimen baik negara-negara mitra dagang AS.
"Misalnya Cina, enggak ada isu perdagangan jadinya dolar AS menguat, dan Yuan melemah, malah seneng Cina. Karena barang Cina lebih murah dibanding Amerika Serikat," jelas dia.
Menurut dia, penguatan dolar AS ini akan terus berlangsung selama kebijakan Presiden Donald Trump berlangsung.
"Dolar selama AS mencari utang bakal terus menguat," tutup dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
Rupiah Terus Amblas Lawan Dolar Amerika
-
IHSG Masih Anjlok di Awal Sesi Rabu, Diproyeksi Bergerak Turun
-
Sowan ke Menkeu Purbaya, Asosiasi Garmen dan Tekstil Curhat Importir Ilegal hingga Thrifting
-
Emas Antam Merosot Tajam Rp 26.000, Harganya Jadi Rp 2.260.000 per Gram
-
BI Pastikan Harga Bahan Pokok Tetap Terjaga di Akhir Tahun
-
Hana Bank Ramal Dinamika Ekonomi Dunia Masih Panas di 2026
-
Trend Asia Kritisi Proyek Waste to Energy: Ingatkan Potensi Dampak Lingkungan!
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo