Suara.com - Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati menyebut pembangunan kota Batam berpotensi melampaui negara tetangga yakni Singapura.
Untuk mencapai itu, Batam menurut Enny harus menerapkan Free Trade Zone (FTZ) di Indonesia, bukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau ex-officio.
"Kalau melihat potensi Batam harusnya bisa lampaui Singapura," ujar Enny dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Hal tersebut bisa dilihat dari 60.000 Vessel per tahun melintasi selat Philips yang berada di antara Pulau Batam dan Pulau Singapura.
Volume trafiknya tiga kali volume trafik terusan Panama dan lebih dari dua kali volume trafik terusan Suez.
Dari sekitar 200 Vessel dan 150 tanker perhari yang lalu lalang ada sekitar 72 persen melalui jalur Selat Philips dan sisanya 28 persen via Selat Makassar dan Selat Lombok.
Sementara, perputaran uang di Selat Malaka dan Selat Philips berkisar antara 84 miliar dolar AS sampai dengan 250 miliar dolar AS per tahun.
Selain itu, Batam merupakan wilayah terdepan perbatasan negara. Sangat strategis baik secara militer, ekonomi dan politik.
"Batam dan wilayah sekitarnya adalah 'buffer zone' Negara Indonesia," tuturnya.
Baca Juga: Detik-detik 2 Jet Tempur TNI Paksa Pesawat Ethopian Cargo Mendarat di Batam
Untuk itu, melihat peta wilayah yang langsung berbatasan dengan negara-negara tetangga, maka pengelolaan ruang laut, darat, dan udara di wilayah Batam dan pulau lainnya harus di bawah pengawasan dan pengendalian langsung pemerintah pusat.
"Kita ingin bersaing dengan negara lain, yang terdekat dengan Batam seperti Singapura. Tapi, wewenangnya diperkecil yang hanya dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda)," ucapnya.
Oleh karenanya, jika ingin bersaing dengan negara tetangga, maka penting mempertahankan Batam menjadi Free Trade Zone (FTZ).
"Wilayah ekonomi di Batam sudah jadi, tinggal ditambah sedikit saja. Dengan begitu mampu menggaet lebih banyak investor. Bukan sebaliknya, malah dikerdilkan, dengan mempersempit ruang geraknya,” tuturnya.
Disamping itu, FTZ Batam berada di wilayah depan perbatasan negara yang bersaing secara head-to-head dengan FTZ di negara lain.
Jadi FTZ Batam harus memiliki fleksibilitas dan kecepatan proses produksi yang tinggi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Purbaya Mau Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, RUU Redenominasi Rupiah Kian Dekat
-
Purbaya Mau Ubah Rp1.000 jadi Rp1, Menko Airlangga: Belum Ada Rencana Itu!
-
Pertamina Bakal Perluas Distribus BBM Pertamax Green 95
-
BPJS Ketenagakerjaan Dapat Anugerah Bergengsi di Asian Local Currency Bond Award 2025
-
IPO Jumbo Superbank Senilai Rp5,36 T Bocor, Bos Bursa: Ada Larangan Menyampaikan Hal Itu!
-
Kekayaan Sugiri Sancoko, Bupati Ponorogo yang Kena OTT KPK
-
Rupiah Diprediksi Melemah Sentuh Rp16.740 Jelang Akhir Pekan, Apa Penyebabnya?
-
Menteri Hanif: Pengakuan Hutan Adat Jadi Fondasi Transisi Ekonomi Berkelanjutan
-
OJK Tegaskan SLIK Bukan Penghambat untuk Pinjaman Kredit
-
Tak Ada 'Suntikan Dana' Baru, Menko Airlangga: Stimulus Akhir Tahun Sudah Cukup!