Suara.com - Kebijakan Work from Home atau Kerja dari Rumah telah diumumkan di berbagai wilayah untuk menekan angka kasus corona. Namun, tak semua profesi bisa menerapkan imbauan ini karena sejumlah faktor.
Sejumlah negara yang telah menerapkan lockdown karena wabah virus corona (COVID-19) sejatinya bisa menjadi pertimbangan terkait dampak yang ditimbulkan. Ada beragam profesi yang menjadi 'tumbal', ada pula berbagai sektor vital yang paling terkena dampak.
Menilik apa yang terjadi di sejumlah negara, berikut enam profesi yang 'sedikit' mustahil jika harus Bekerja dari Rumah atau Work from Home apalagi jika sampai diterapkan lockdown!
1. Nelayan
Nelayan tak bisa bekerja dari rumah mengingat tempat mereka mencari nafkah adalah lautan luas dan pasar ikan.
Mengambil contoh dari nasib para nelayan di Jersey, sebuah wilayah dependensi Britania Raya. Setelah Eropa terkekang akibat virus corona dan pemberlakuan lockdown diterapkan, para warga dilarang keluar dan diminta untuk bekerja dari rumah.
Perintah ini jelas tak berlaku untuk para nelayan.
Bukan hanya nelayan kecil yang tak bisa memancing dan mencari ikan, namun nelayan-nelayan yang sudah bergabung dalam perusahaan juga tak bisa mendapat penghasilan.
Merangkum dari ITV News, perusahaan ekspor perikanan Jersey Aqua-Mar mengatakan tidak tahu bagaimana akan membayar staf mereka karena tak ada tangkapan untuk dijual ke pasar.
Baca Juga: Acara-acara yang Batal Akibat Virus Corona
Pemilik perusahaan Tony Porritt mengatakan,"Kami tidak punya alternatif lain selain harus berhenti. Kami tidak punya pilihan."
2. Sopir angkutan dan tukang ojek
Para tukang ojek, baik online maupun pangkalan, akan kehilangan pelanggan mereka. Tidak ada orang yang akan meminta untuk diantar ke suatu tempat karena aturan larangan bepergian. Jika tak ada orang, maka tak ada pula uang yang masuk ke kantong mereka.
Berkaca pada Work From Home yang sudah diterapkan saja, sopir ojek online, Ratijo (62), mengaku pendapatannya anjlok.
Sebelum ada imbuan WFH, penghasilan pria paruh baya dari orderan penumpang bisa bisa mencapai Rp 200 ribu per hari. Namun sejak Senin (16/3/2020) hingga hari ini, Kakek Ratijo mengaku rejekinya sangat seret.
Ratijo yang sudah memiliki tiga orang cucu ini menganggap adanya pemberlakuan WFH bisa mematikan profesi sopir ojol. Bahkan, dia mengaku bisa saja mati kelaparan karena sepi orderan dari penumpang setelah adanya WFH.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
Kebiasaan Mager Bisa Jadi Beban Ekonomi
-
Jurus Korporasi Besar Jamin Keberlanjutan UMKM Lewat Pinjaman Nol Persen!
-
Purbaya Sepakat sama Jokowi Proyek Whoosh Bukan Cari Laba, Tapi Perlu Dikembangkan Lagi
-
Dorong Pembiayaan Syariah Indonesia, Eximbank dan ICD Perkuat Kerja Sama Strategis
-
Respon Bahlil Setelah Dedi Mulyadi Cabut 26 Izin Pertambangan di Bogor
-
Buruh IHT Lega, Gempuran PHK Diprediksi Bisa Diredam Lewat Kebijakan Menkeu Purbaya
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
IHSG Merosot Lagi Hari Ini, Investor Masih Tunggu Pertemuan AS-China
-
Ada Demo Ribut-ribut di Agustus, Menkeu Purbaya Pesimistis Kondisi Ekonomi Kuartal III
-
Bahlil Blak-blakan Hilirisasi Indonesia Beda dari China dan Korea, Ini Penyebabnya