Suara.com - Layanan digital over the top (OTT) dinilai harus tunduk pada Undang-Undang Penyiaran. Mengingat, layanan OTT telah menjadi bisnis model baru di industri penyiaran, sehingga harus memperoleh kepastian hukum.
"Ini penting agar dapat menciptakan level of playing field sesuai amanat konstitusi. Hal itu bisa terwujud jika layanan OTT yang melakukan aktivitas penyiaran juga tunduk pada UU Penyiaran,” kata M. Imam Nasef dari TKNP Lawfirm, ditulis Selasa (23/6/2020).
Imam menyebut, internet telah membawa peradaban manusia memasuki era digital. Internet of Things (IoT) menjadi sebuah keniscayaan dan telah melahirkan berbagai macam platform digital yang dikenal OTT.
“Namun, belum ada kepastian hukum terkait apakah layanan OTT tunduk pada UU Penyiaran atau tidak. Akibatnya, menimbulkan pembedaan perlakuan (unequal treatment) antara penyelenggara penyiaran konvensional dengan penyelenggara penyiaran berbasis internet seperti layanan OTT,” ujarnya.
Menurut Imam, hal itu merugikan hak konstitusional penyelenggara siaran konvensional luntuk mendapat jaminan kepastian hukum yang adil, persamaan kedudukan di hadapan hukum serta tidak diperlakukan secara diksrimitaif sebagaimana dijamin oleh Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
“Kami tegaskan, upaya hukum yang ditempuh bukan bentuk melawan atau anti layanan OTT. Kami sadar bahwa hari ini dan ke depan layanan OTT telah menjadi bisnis model baru di industri penyiaran. Namun, semua harus ada kepastian hukum agar tercipta level of playing field sesuai amanat konstitusi,” katanya.
Imam menegaskan, UU Penyiaran untuk melindungi kedaulatan nasional di bidang penyiaran. UU itu menhatur asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia, serta mengatur pedoman mengenai isi dan perilaku siaran.
“Konsekuensinya jika ada aktivitas penyiaran yang menyimpang dari aturan tersebut, negara bisa menindak secara tegas. Jika ada penyelenggara penyiaran yang tidak tunduk pada UU Penyiaran, hal tersebut akan mengancam kedaulatan nasional kita di bidang penyiaran,” ujarnya.
Imam menyebut definisi penyiaran yang diatur dalam Pasal 1angka 2 UU Penyiaran masih multitafsir. Sebagian kalanganmenilai definisi tersebut bisa mengakomodir penyiaran berbasis internet sebagaimana dilakukan layanan OTT, tetapi sebagian yang lain berpendapat sebaliknya.
Baca Juga: Perlu Kesetaraan Regulasi Penyiaran Berbasis Internet dan Konvensional
“Untuk memberikan kepastian hukum atas persoalan itu, maka INEWS TV dan RCTI melalui TKNP Lawfirm mengajukan uji materiel Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran khususnya terhadap ketentuan Pasal 1 angka 2 ke Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Link DANA Kaget Khusus Hari Ini, Langsung Cair Bernilai Rp135 Ribu
- Karawang di Ujung Tanduk Sengketa Tanah: Pemerintah-BPN Turun Gunung Bahas Solusi Cepat
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
- 14 Kode Redeem FC Mobile Hari Ini 7 Oktober 2025, Gaet Rivaldo 112 Gratis
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Ragnar Oratmangoen Ujung Tombak, Ini Susunan Pemain Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
BREAKING NEWS! Tanpa Calvin Verdonk, Ini Pemain Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Waketum PSI Dapat Tugas dari Jokowi Usai Laporkan Penyelewengan Dana PIP
-
Ole Romeny Diragukan, Siapa Penyerang Timnas Indonesia vs Arab Saudi?
-
Wasapada! Trio Mematikan Arab Saudi Siap Uji Ketangguhan Timnas Indonesia
Terkini
-
Perencanaan dan e-RDKK yang Tepat Jadi Kunci Optimalisasi Penyerapan Pupuk Subsidi di Aceh
-
RI Resmi Punya Pembangkit Listrik Paling Canggih Se-Asia Tenggara
-
Bahlil: Permen Minerba akan Prioritaskan UMKM dan Koperasi Lokal, Bukan dari Jakarta
-
Purbaya Minta Tak Perlu Ada Wamenkeu Baru: Dari Pada Saya Pusing
-
Dirut BSI Tunggu Menkeu Purbaya untuk Jelaskan Penyerapan Dana Titipan Pemerintah
-
Investasi Makin Mudah, BNI Tawarkan ORI028 Lewat wondr by BNI
-
Atasi Konflik Tambang, Menkop Usul IUP Timah Dikelola Koperasi Merah Putih
-
Pembiayaan Iklim Jadi Tantangan, Indonesia Butuh USD 28 Miliar untuk Transisi Hijau
-
Pertamina Pastikan Pertalite Tidak Mengandung Etanol
-
Kandungan Etanol di BBM Pertamina Bikin Heboh, Ternyata Sudah jadi Tren Global