Suara.com - Asian Development Bank (ADB) menyoroti khusus rendahnya rasio pajak atau tax ratio negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengatakan, saat ini rata-rata rasio pajak negara Asia berada di bawah 15 persen, angka ini ia nilai tidak sebanding dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dari setiap negara Asia.
"Bahkan sebelum pandemi, banyak negara tidak mencapai hasil pajak minimum sebesar 15 persen dari PDB, tingkat yang sekarang secara luas dianggap sebagai tingkat minimum yang diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan," kata Masatsugu dalam acara webinar ADB bertajuk 'Domestic Resource Mobilization and International Tax Cooperation' Kamis (17/9/2020).
Dirinya menuturkan, meskipun banyak negara berkembang telah mempertahankan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang kuat dan stabil dalam beberapa tahun terakhir, namun hasil pajak tidak meningkat secara proporsional.
Ia mencatat rata-rata rasio pajak negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) memiliki rasio pajak 24,9 persen PDB.
Sayangnya, banyak negara berkembang Asia hanya memiliki rasio pajak 17,6 persen PDB. Bahkan kawasan ASEAN di bawah 15 persen.
Menurut data OECD pada 2018, rasio pajak Indonesia adalah salah satu yang terendah yaitu 11,9 persen PDB padahal rata-rata OECD waktu itu adalah 34,3 persen.
Indonesia bahkan kalah dari Malaysia dan Singapura yang memiliki rasio 13,2 persen dan 12,5 persen. Bahkan Papua Nugini mampu mencapai 12,1 persen PDB.
Situasi ini makin buruk kata Masatsugu, kala pagebluk virus corona menyerang negara-negara, imbasnya tentu rasio pajak yang makin rendah saja. Sementara kebutuhan anggaran semakin meningkat ditengah pandemi.
Baca Juga: Reformasi Pajak, Sri Mulyani Sindir Anggota Negara ADB
"Pandemi covid-19 telah memperburuk situasi karena meningkatnya tekanan pada pengeluaran ekonomi dan penurunan pendapatan pajak, meninggalkan sedikit ruang untuk lebih meningkatkan pinjaman luar negeri," kata dia.
Dirinya lantas menyarankan untuk meningkatkan hasil pajak secara adil dan merata, setiap negara juga harus bekerja sama lebih erat, termasuk mengelola perencanaan pajak yang agresif dan memerangi penggelapan pajak.
Hal ini membutuhkan tingkat partisipasi yang lebih tinggi dalam inisiatif internasional seperti Kerangka Kerja Inklusif tentang BEPS dan Forum Global tentang Transparansi dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Bursa Kripto Global OKX Catat Aset Pengguna Tembus Rp550 Triliun
-
Jadi Duta Mobile JKN di Kupang, Pemuda Ini Bagikan Edukasi Memanfaatkan Aplikasi Layanan Kesehatan
-
IHSG Tetap Perkasa di Tengah Anjloknya Rupiah, Ini Pendorongnya
-
Sidak Bank Mandiri, Menkeu Purbaya Mengaku Dimintai Uang Lagi untuk Kredit Properti dan Otomotif
-
Ini Dampak Langsung Kebijakan Menkeu Purbaya Tak Naikkan Cukai Hasil Tembakau
-
Bank Indonesia Dikabarkan Jual Cadangan Emas Batangan 11 Ton, Buat Apa?
-
Rupiah Ditutup Ambruk Hari Ini Terhadap Dolar
-
Pertamina Klaim Vivo dan BP Siap Lanjutkan Pembicaraan Impor BBM
-
Singgung Situasi Global, SBY: Uang Lebih Banyak Digunakan untuk Kekuatan Militer, Bukan Lingkungan
-
11 Perusahaan Antre IPO, BEI: Yang Terpenting Kualitas!