Karena itu, UMSK harus tetap ada. Tetapi jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada fairnes.
Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.
Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.
“Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said Iqbal.
Kedua. Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengsuaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam hal ini Said Iqbal mempertanyakan, dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal.
"Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan.”
Bisa dipastikan BPJS NAKER akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program jkp pesangon dg mengikuti skema ini atau dg kata lain dibuat aturan baru skema pesangon untuk tidak bisa dilaksanakan di lapangan.
Baca Juga: Klaim Tampung Aspirasi Buruh, Mahfud: Pembahasan UU Ciptaker Sudah Setahun
Ketiga. PKWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup.
Keempat. Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup.
Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh.
Dia mempertanyakan, siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing? Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP.
Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapai kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Pertanyaannya, bagaiamana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak akan mendapatkan konpensasi.
Apalagi buruh outsourcing, siapa yang akan membayar JKP-nya? Sebab mustahil agen outsourcing bersedia membayar JKP buruh.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
PLN Jamin Ketersediaan SPKLU demi Kenyamanan Pengguna Kendaraan Listrik Sepanjang Nataru
-
Kapitalisasi DRX Token Tembus Rp2,4 Triliun, Proyek Kripto Lokal Siap Go Global
-
Saham Emiten Keluarga Bakrie Mulai Bangkit dari Kubur
-
Eks Tim Mawar Untung Budiharto Kini Bos Baru Antam
-
Sempat Rusak Karena Banjir, Jasa Marga Jamin Tol Trans Sumatera Tetap Beroperasi
-
Banyak Materai Palsu di E-Commerce, Pos Indonesia Lakukah Hal Ini
-
Mendag Dorong Pembentukan Indonesia Belarus Business Council
-
Tekanan Jual Dorong IHSG Merosot ke Level 8.649 Hari Ini
-
Bank Mega Syariah Luncurkan Program untuk Tingkatkan Frekuensi Transaksi
-
Pertemuan Tertutup, Prabowo dan Dasco Susun Strategi Amankan Ekonomi 2025 dan Pulihkan Sumatera