Suara.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laju Indeks Harga Konsumen (IHK) sepanjang Oktober 2020, hasilnya pada bulan tersebut terjadi inflasi sebesar 0,07 persen.
Laju inflasi ini dipicu naiknya sejumlah harga komoditas seperti cabai merah, bawang merah hingga minyak goreng dari 90 Kota IHK yang dipantau BPS.
Hal tersebut dikatakan Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/11/2020).
"Kalau kita lihat pemicu inflasi sebesar 0,07 persen karena naiknya harga dari kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Yang pertama cabai merah yang memberikan andil inflasi sebesar 0,09 persen, bawang merah 0,02 persen dan satu lagi minyak goreng sebesar 0,09 persen," papar Kecuk.
Kecuk menjelaskan untuk komoditas cabai merah telah terjadi kenaikan di 82 Kota IHK yang di pantau BPS, dimana kenaikan tertinggi di wilayah Bulukumba sebesar 85 persen, Padang Sidempuan dan Tegal dengan kenaikan hampir 76 persen.
Sementara untuk bawang merah terjadi kenaikan harga di 70 Kota IHK, dimana kenaikan tertinggi terjadi di Lhokseumawe sebesar 33 persen.
"Itu yang menyebabkan kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,29 persen dan memberikan andil 0,07 persen" ucapnya.
Itu berarti sepanjang tahun kalender ini laju inflasi sudah mencapai 0,95 persen, sementara secara tahunan sudah mencapai 1,44 persen.
Dari 90 kota IHK yang dipantau BPS ada 66 kota yang mengalami inflasi dan 24 kota mengalami deflasi, inflasi tertinggi terjadi di Sibolga yaitu sebesar 1,04 persen, sementara inflasi terendah terjadi di Jakarta, Cirebon, Bekasi dan Jember masing-masing sebesar 0,01 persen.
Baca Juga: Daya Beli Masyarakat Mulai Pulih, Inflasi Oktober 0,07 Persen
Sebaliknya deflasi tertinggi terjadi di Manokwari sebesar 1,81 persen dan inflasi terendah terjadi di Surabaya yaitu minus 0,02 persen.
Ini merupakan laju inflasi pertama sejak 3 bulan berturut-turut mengalami deflasi dari bulan Juli, Agustus dan September akibat lemahnya daya beli masyarakat akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Kecuk menjelaskan, dari 11 kelompok pengeluaran 6 diantaranya mengalami inflasi sementara 5 kelompok pengeluaran mengalami deflasi.
Dimana inflasi tertinggi untuk kelompok makanan dan minuman, tembakau yang sebesar 0,29 persen, kemudian penyediaan makanan dan minumana penyedia restoran sebesar 0,19 persen dan kelompok pengeluaran kesehatan sebesar 0,15 persen.
Sementara untuk deflasi terjadi pada kelompok pengeluaran perumahan, perlengkapan pemeliharaan rutin rumah tangga, transportasi, informasi dan komunikasi dan kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok