Suara.com - Banyak pelaku pasar modal mempertanyakan kebijakan Bursa Efek Indonesia (BEI) nomor S-00259 /BEI.POP/01-2021 terkait penerbitan daftar efek yang bisa ditransaksikan menggunakan marjin dan shortselling mulai Februari 2021.
Pasalnya, beberapa saham dengan likuiditas besar dibarengi dengan votalitas tinggi dan didukung kinerja keuangan mengalami pertumbuhan signifikan terdepak dari daftar tersebut.
Adapun beberapa efek dari daftar tersebut yang memenuhi kriteria Peraturan Nomor II-H malah dikeluarkan oleh BEI. Misalnya, BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN), Global Mediacom Tbk (BMTR), Buana Lintas Lautan Tbk (BULL), Link Net Tbk (LINK), Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS). Padahal PER dan PBV emiten-emiten ini masih sebanding dengan PER dan PBV pasar.
Emiten lainnya seperti Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) yang tercatat memiliki PER cukup tinggi namun masih sebanding emiten kontruksi lainnya, Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Indika Energy Tbk (INDY) yang memiliki PER minus juga ikut terseret dan dikeluarkan oleh BEI, padahal emiten memiliki fundamental yang cukup baik dan solid sebelum dampak Covid-19 menyapu habis kegiatan bisnis mereka.
Berdasarkan data transaksi harian, emiten-emiten ini pun memiliki kapitalisasi rata-rata Rp 16,1 triliun dan likuiditas yang tinggi dengan rata-rata Rp 95 miliar setiap hari.
Pada sisi lain, investor dibuat heran karena BEI masih tetap mempertahankan banyak emiten lain yang jelas tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh BEI.
Sebut saja seperti Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) yang memiliki PER 678x, jauh diatas 3x dari PER pasar yang hanya 9,8x. Begitu juga dengan Pelayaran Tempuran Emas Tbk (TMAS) dan Aneka Gas Industri Tbk (AGII) yang mempunyai PER 110x dan 135x.
Contoh lainnya, emiten lain yang mencatatkan rugi bersih seperti J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), Rukun Raharja Tbk (RAJA) dan Superkrane Mitra Utama Tbk (SKRN) dengan PER yang fantastis, yaitu -65x, -245x dan -21x juga masih dipertahankan dalam daftar efek yang dapat ditransaksikan dengan marjin.
Tidak hanya itu, dilihat dari jumlah saham SKRN yang diperdagangkan, rata-rata transaksinya hanya bernilai Rp 207 juta atau sebanyak 255.000 saham per hari, yang jelas tidak memiliki likuidasi dan telah melanggar kriteria dari Peraturan Nomor II-H.
Baca Juga: BEI Bakal Kedatangan Calon Emiten Kakap, Incar Dana Rp 1,1 Triliun
Menanggapai hal itu, Pengamat Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo menyampaikan, penentuan daftar efek marjin dan short selling haruslah berdasarkan nilai kapitalisasi emiten, likuiditas emiten, volatilitas emiten dan memiliki daya saing untuk menjadi prodak margin.
“Sehingga para, pelaku transaksi, dapat memiliki parameter untuk memperoleh indentitas peraturan margin tersebut, parameter yang jelas,” jelas dia kepada media, Kamis (28/1/2021)
Ia menambahkan, kinerja fundamental harus menjadi pertimbangan utama dan itu terwakili melalui kinerja harga.
Karena margin diperlukan dalam rangka mendorong apresiasi pasar, untuk meningkatkan likuiditas transaksi dan menangkap peluang, pergerakan harga, dengan konsekuensi dan kewajiban-kewajiban yang melekat pada aturan margin.
“Semestiny, BFIN, BMTR, BULL dan LINK masuk daftar marjin,” kata dia.
Pandangan itu, jelas dia, karena saham-saham tersebut telah memenuhi syarat baik, kompenen Likuiditas, Volatilitas dan Kapitalisasi yang menjadi dasar penilaian tertinggi dalam penentuan masuk tidaknya suatu saham dalam daftar efek marjin.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Pemain Keturunan Jerman Ogah Kembali ke Indonesia, Bongkar 2 Faktor
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
Daftar Kementerian dan Instansi CPNS 2026, Diprediksi Bakal Buka Seleksi
-
BRI Sahabat Disabilitas, Dorong Difabel Berdaya Melalui Kegiatan Pelatihan dan Pemagangan
-
Influencer Tak Bisa Sembarangan, OJK: Harus Jujur Jika Endorse Produk Keuangan
-
Pakar Nilai Pengoperasian SPBU Kantong Bisa Tangani Masalah Stok BBM saat Bencana
-
Singgung SPBU Swasta Ogah Beli Base Fuel dari Pertamina, Bahlil: Jadi Aja Tukang Pijit!
-
Rencana Bandara Kertajati Jadi Pusat Bengkel Pesawat Terwujud, Pembangunan Tahap 1 Jalan
-
Mengenal Skema Ponzi: Dugaan Borok di Balik Bisnis Vendor Ayu Puspita Dinanti
-
Mendag Busan Mulai Kecangkan Ikat Pinggang Jaga Pasokan Bahan Pokok Saat Nataru
-
Ekonomi Melonjak, BP Batam Siapkan Strategi Kurangi Pengangguran
-
Operasi Tambang Emas Terafiliasi Astra International di Tapanuli Dibekukan KLH, Ini Kata Bahlil