Suara.com - Harga emas dunia makin anjlok karena optimisme investor terhadap pemulihan ekonomi global yang mendongkrak imbal hasil obligasi dan membuat logam mulia itu kurang menarik.
Mengutip CNBC, Jumat (19/2/2021) harga emas di pasar spot turun 0,1 persen menjadi 1.774,21 dolar AS per ounce mendekati level terendah sejak 30 November di 1.767,20 dolar AS per ounce, yang dicapai sebelumnya.
Emas berjangka Amerika Serikat ditutup menguat 0,1 persen menjadi 1.775 dolar AS per ounce.
Data makro Amerika baru-baru ini, termasuk angka manufaktur dari New York Federal Reserve dan pembacaan ekonomi terpisah dari Philadelphia Fed, sangat kuat dan menunjukkan "banyak hal mulai pulih dari kemerosotan virus corona," kata Bob Haberkorn, analis RJO Futures .
Tetapi beberapa aksi bargain hunting, mengingat kejatuhan emas di bawah 1.800 dolar AS dan dolar yang lebih rendah, sempat mendorong kenaikan logam kuning dari posisi terendah baru-baru ini, kata Haberkorn.
Juga memberikan sokongan bagi bullion, Federal Reserve menegaskan kembali janjinya untuk mempertahankan suku bunga mendekati nol sampai inflasi dan lapangan kerja meningkat.
Reaksi emas terhadap peningkatan tak terduga dalam klaim pengangguran juga relatif teredam dengan imbal hasil US Treasury menguat di tengah tanda-tanda kebangkitan ekonomi.
Imbal hasil yang lebih tinggi mengikis daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi akhir-akhir ini, karena meningkatkan opportunity cost memegang bullion yang tidak memberikan bunga.
Emas mengalami kesulitan untuk mencoba menarik investor sebagai lindung nilai inflasi, dengan aset lain lebih disukai, kata analis FXTM , Han Tan.
Baca Juga: Maling Nyaru Petugas Disinfektan di Malang, Emas Senilai Rp 15 Juta Lenyap
Di sisi teknikal, penurunan dalam pergerakan rata-rata 50 hari (MA50) emas di bawah MA200 dapat menyebabkan lebih banyak aksi jual, kata analis.
Logam auto-catalyst platinum melonjak 1,1 persen menjadi 1.266,71 dolar AS per ounce.
Logam lainnya, paladium turun 0,7 persen menjadi 2.355,55 dolar AS per ounce dan perak merosot 1,2 persen menjadi 27,01 dolar AS per ounce.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
Terkini
-
Benteng Baru Aset Digital: UU P2SK Bakal 'Sulap' Kripto Lokal Jadi Lebih Kokoh dan Berdaulat!
-
Purbaya Cuek usai Didemo Kades soal Pencairan Dana Desa: Ditahan Buat Kopdes Merah Putih
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana, Terima Aduan Investasi-Pinjaman Pengusaha
-
KB Bank Butuh Suntikan Modal untuk Masuk 10 Besar Indonesia
-
Kenaikan Gaji Pekerja RI Bakal Melambat 5,8 Persen Tahun 2026
-
Pemerintah Janji Tahun 2026 Tidak Ada Potong Gaji, Formulasi Baru Jadi Jaminan
-
Isu Dinamika Bisnis Menyeruak dalam RUPSLB SMGR
-
Lalu Lalang Penumpang Udara saat Nataru Diprediksi Lebih dari 10,5 Juta Orang
-
Krisis Energi di Pengungsian Aceh, Rieke Diah Pitaloka Soroti Kerja Pertamina
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya