Suara.com - Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual menilai, tahun ini merupakan momen yang tepat bagi investor untuk melakukan penanaman modal di tanah air.
Pernyataan itu disampaikannya, berdasarkan pada target pemulihan ekonomi pascapandemi tahun 2023. Selain itu, juga dikarenakan hadirnya lembaga khusus yang mengurusi investasi, yaitu Kementerian Investasi.
“Melihat prospek pertumbuhan ekonomi, saat ini sebenarnya waktu yang tepat untuk investasi. Misalnya tahun ini investor bisa mulai ajukan izin, kemudian membangun pabrik satu sampai dua tahun sehingga saat ekonomi pulih pada tahun 2023 sudah bisa operasi. Kalau ditunda, penyelesaian malah makin lama dan justru cost of capitalnya makin tinggi,” kata David, dalam keterangannya Rabu (28/4/2021).
Menurut David, yang paling gencar melakukan investasi adalah investor asing lantaran melihat prospek Indonesia yang besar.
Hal itu tergambar dalam data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang kuartal I-2021 total realisasi investasi mencapai Rp 219,7 triliun dengan pertumbuhan 4,3 persen (year on year/yoy). Dari nilai tersebut, sebesar 50,8 persen atau Rp 111,7 triliun merupakan PMA.
Sedangkan sisanya merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai Rp 108,0 triliun atau setara 49,2 persen.
Tingginya minat investasi asing tersebut menurut David jangan sampai di sia-siakan. Pasalnya banyak negara lain yang siap menampung investasi tersebut. Oleh karena itu, momentum ini perlu dijaga pemerintah dengan memfasilitasi kebutuhan investor.
Senada dengan David Sumual, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Rifqy menyatakan saat ini Indonesia memang membutuhkan investasi besar untuk mendorong perekonomian.
Dengan adanya peningkatan investasi bisa menjadi salah satu kunci guna mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cepat.
Baca Juga: Tesla Niat atau Tidak Investasi di RI? Kepala BKPM: Doakan Saja
Peningkatan investasi ini juga diperlukan terkait dengan makin melebarnya defisit fiskal yang sudah lebih dari 6 persen akibat belanja pemerintah yang besar di masa pandemi. Oleh karena itu, pemerintah wajib menurunkan defisit fiskal sampai 3 persen sebelum 2023.
“Belanja pemerintah sangat jor-joran, budget sudah sangat tertekan. Dan kondisi ini memang penting untuk ditopang investasi agar tidak menganggu stabilitas ekonomi karena belanja negara akan sangat tertekan,” katanya.
Untuk mendorong realisasi investasi tersebut, ekonom UI ini berharap pemerintah dapat memfasilitasi kebutuhan investor guna dapat merealisasikan investasinya.
“Dari sisi fiskal masih ada beberapa poin yang bisa diperbaiki untuk menarik minat investor, begitu juga dengan stimulus perpajakan misalnya investasi asing PBB dibebaskan. Ini yang menjadi pekerjaan rumah yang substansial dari segi regulasi dan investasi,” kata Teuku.
Pemerintah diminta belajar dari hengkangnya Tesla ke negara lain. Padahal, Tesla awalnya dikabarkan akan membangun pabrik mobil listrik di Indonesia.
Banyaknya keluhan investor yang sulit merealisasikan investasinya tersebut sudah ditangkap BKPM.
Kepala BKPM Bahlil Lahadiala menyatakan akan berupaya untuk menyelesaikan komitmen investasi yang mangkrak sampai sekarang.
“Dari Rp 708 triliun nilai investasi yang mangkrak tahun lalu, sampai kuartal-I 2021 sudah tereksekusi Rp 517,6 triliun. Setelah ini kami akan fokus memproses investasi yang sudah dapat insentif tax holiday yang nilainya sampai Rp1.000 triliun,” ujar Bahlil.
Akselerasi investasi menurut Bahlil memang cukup mendesak, bukan hanya terhadap investasi mangkrak, tapi juga memproses komitmen investor yang sudah mengantongi stimulus. Justru menjaring investor-investor anyar sekaligus memperlancar investor yang kini sedang dalam proses perizinan jadi lebih mendesak.
Badan Koordinasi Fiskal (BKF) dalam laporannya bertajuk Tinjauan Ekonomi, Keuangan dan Fiskal kuartal 1-2021 menyebutkan, investasi bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dalam masa krisis. Makanya BKF meminta pemerintah mengoptimalkan sejumlah instrumen kemudahan berinvestasi.
“Mengandalkan belanja negara saja untuk pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa efektif, apalagi peran belanja dalam 10 tahun terakhir terus melemah. Sementara peningkatan belanja di tengah pendapatan negara yang belum optimal justru bisa menghambat investasi swasta,” papar BKF.
Berita Terkait
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Perang Tahta Sneakers Putih: Duel Abadi Adidas Superstar vs Stan Smith. Siapa Rajanya?
-
Viral Taiwan Resmi Larang Indomie Soto Banjar Usai Temukan Kandungan Berbahaya
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
Terkini
-
Dari Perut Bumi, untuk Masa Depan Negeri
-
PNM Ajak Dua Nasabah Unggulan Mekaar Ikut Serta dalam Tokyo Handmade Marche 2025
-
Gurita Bisnis Bambang Rudijanto, Kakak Hary Tanoe Jadi Tersangka Korupsi Bansos
-
Berdayakan Petani Lokal, Harita Nickel Upayakan Ekonomi Berkelanjutan di Pulau Obi
-
Jenis-jenis Kredit Rumah Bank BTN: Syarat, Subsidi dan Simulasi Pembayaran
-
Lembaga Pemeriksa Halal LPPOM Raih Penghargaan Bergengsi GIFA Championship 2025
-
Mengapa Milenial Lebih Suka Rumah Industrial Minimalis daripada Rumah Mewah?
-
Terpopuler Bisnis: Gebrakan Menkeu Bikin Bank Himbara Jadi Idola, Harga Saham Meroket!
-
Olah Limbah Cangkang Telur Jadi Sumber Ekonomi Baru, PPN JBB Komitmen Zero Waste
-
Harga Emas Antam dan Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini Naik!