Suara.com - Pemerintah Indonesia berhasil menciptakan kebijakan iklim investasi yang kondusif sehingga ada investasi baru, perluasan usaha, transfer teknologi, kesempatan kerja serta berbagai multiplier effect yang baik bagi pertumbuhan maupun pemerataan ekonomi nasional. Kunci utama dari kebijakan hilir adalah konsistensi terhadap implementasi berbagai regulasi di sektor industri.
Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) berpendapat bahwa konsistensi regulasi sangat diperlukan oleh dunia usaha. APOLIN mengharapkan agar pemerintah tetap mempertahankan PMK 191/2020 untuk menjaga momentum serta meningkatkan daya saing industri sawit nasional bagi perekonomian.
“Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit CPO, CPKO serta berbagai produk turunannya telah berhasil mengendalikan pasar global, baik dari sisi volume ekspor, keragaman/aneka produk olahan minyak sawit, memasok bahan baku industri pengguna yang sangat beragam serta telah mampu menembus pasar di berbagai belahan dunia. Keberhasilan ini buah hasil kebijakan pemerintah yang sangat konsisten menjaga berbagai regulasi industri sawit di Indonesia,” ujar Rapolo Hutabarat dalam keterangan persnya, Kamis (27/5/2021).
Oleh karena itu, pemerintah diminta konsisten menjalankan empat regulasi di sektor hilir sawit. Pertama, pemerintah diminta tidak merevisi pungutan ekspor sawit dalam PMK No. 191/PMK.05/2020.
Rapolo menjelaskan Peraturan menteri keuangan ini sangat holistik dalam mengakomodir berbagai kepentingan industri sawit mulai dari hulu (perkebunan dan termasuk kepentingan petani sawit); downstream (industri proses tahap pertama); mid-downstream (industri proses tahap kedua); dan further downstream (industri proses tahap ketiga atau yang lazim kita sebut industri oleochemical.
“Selain itu, manfaat dari PMK 191/2020 tersebut juga menjangkau berbagai kepentingan lainnya seperti makin tersedianya dana peremajaan kelapa sawit petani; kegiatan riset; pendanaan kampanye positif; serta biaya advokasi,” ungkapnya.
Ditambahkan Rapolo, manfaat paling fundamental PMK 191/2020 adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dalam negeri (menjamin tersedianya bahan baku utama industri hilir) serta kebutuhan ekspor untuk perolehan devisa negara.
Kedua, PMK No. 130/PMK.010/2020 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Peraturan ini lebih dikenal dengan Tax Holiday, dimana relaksasi yang diberikan oleh pemerintah makin diperluas, fasilitas pengurangan PPh nya 100 persen dengan besaran investasinya.
Setelah masa PPh tersebut berakhir, maka badan usaha masih diberikan fasilitas pengurangan sebesar 50 persen selama 2 tahun berikutnya.
Baca Juga: Ganti Rugi Tak Jelas, Warga Murka Blokir Jalan Perusahaan Kelapa Sawit
Ketiga adalah PMK No. 96/PMK. 010/2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal Bidang Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu, yang lazim disebut sebagai Tax Allowance. Fasilitas ini memberikan fasilitas berupa (a) Pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen (sebesar 5 persen selama enam tahun); (b) Penyusutan/amortisasi yang dipercepat atas aktiva tetap; (c) Tarif PPh 10% atau yang lebih rendah terhadap deviden; dan (d) Kompensasi atas kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Keempat yaitu kebijakan harga gas murah yang mendukung daya saing industri oleokimia. Kebijakan Permen ESDM No. 8 tahun 2020 tentang Harga Gas Bumi Tertentu Untuk Industri Tertentu Dan Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2020 Tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu Serta Permenperin No. 18 Tahun 2020 Tentang Rekomendasi Pengguna Gas Bumi Tertentu.
Peraturan pelaksana tersebut sangat berpihak kepada industri dan sekaligus implementasi Perpres No. 40 tahun 2016 sebagaimana telah diubah dalam Perpres No. 121 tahun 2020 tentang Penetapan harga gas tertentu sehingga harga gas di halaman industri pengguna sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
“Dengan kebijakan harga gas industri ini, maka daya saing global produk oleochemical Indonesia semakin tinggi di pasar global. Terima kasih kepada pemerintah, dan semua regulasi tersebut diatas tentu sangat mendukung hilirisasi sawit Indonesia,” jelas Rapolo.
Dari data APOLIN, Volume ekspor oleochemical periode Januari - Maret 2021 telah tumbuh sebesar 11,15 persen menjadi 982 ribu ton dibandingkan periode sama tahun 2020 berjumlah 883,5 ribu ton.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Pertamina Klaim Masih Negosiasi dengan SPBU Swasta soal Pembelian BBM
-
Bahlil: BBM Wajib Dicampur Etanol 10 Persen
-
Didesak Beli BBM Pertamina, BP-AKR: Yang Terpenting Kualitas
-
BPKH Buka Lowongan Kerja Asisten Manajer, Gajinya Capai Rp 10 Jutaan?
-
Menkeu Purbaya: Jangan Sampai, Saya Kasih Duit Malah Panik!
-
Purbaya Kasih Deadline Serap Anggaran MBG Oktober: Enggak Terpakai Saya Ambil Uangnya
-
BKPM Dorong Danantara Garap Proyek Carbon Capture and Storage
-
Mengenal Kalla Group: Warisan Ayah Jusuf Kalla yang Menjadi Raksasa Bisnis Keluarga dan Nasional
-
Uang Primer Tumbuh 18,6 Persen, Apa Penyebabnya?
-
IHSG Sempat Cetak Rekor Level Tertinggi 8.200, Ternyata Ini Sentimennya