Bisnis / Ekopol
Minggu, 05 Oktober 2025 | 15:25 WIB
Prof Dr Rhenald Kasali dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Jumat (3/10/2025).
Baca 10 detik
  • Saksi ahli Rhenald Kasali menyebut akuisisi perusahaan rugi adalah praktik bisnis lazim.
  • Menurut Rhenald, BUMN perlu mencari laba besar untuk meningkatkan pelayanan publik.
  • Metode hitung kerugian negara oleh jaksa dikritik karena mengabaikan aset tak berwujud.

Suara.com - Suasana ruang sidang kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menghangat, saat Hakim Ketua Sunoto melayangkan pertanyaan tajam kepada saksi ahli, Prof Dr Rhenald Kasali.

Sidang yang digelar pada Jumat (3/10/2025) ini fokus mendalami kelaziman praktik bisnis yang menjadi inti dari dakwaan jaksa.

Hakim Sunoto secara lugas menanyakan pandangan Rhenald Kasali, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang juga praktisi bisnis kawakan, mengenai logika di balik pembelian perusahaan yang sedang terpuruk.

“Menurut pandangan ahli, di dunia bisnis, bolehkan direksi perusahaan itu mengakuisisi perusahaan yang mungkin sedang rugi, bangkrut yang asetnya lebih kecil daripada utangnya. Apakah hal itu lazim?,” tanya Hakim ketua Sunoto.

Pertanyaan ini langsung menyasar pada dakwaan jaksa penuntut umum, yang menganggap akuisisi PT JN oleh PT ASDP tidak layak karena kondisi keuangan PT JN yang dinilai sedang menurun.

Menjawab secara tenang, Rhenald Kasali menegaskan praktik semacam itu bukan hal yang aneh dalam dunia korporasi global.

Ia bahkan memberikan contoh nyata untuk memperkuat argumennya.

“Itu biasa terjadi di bisnis. Saya contohkan ada sebuah perusahaan tambang di Peru kondisinya rugi, tapi perusahaan asal Amerika Serikat kemudian mengakuisisinya,” ujar Rhenald.

Ia melanjutkan ceritanya untuk menunjukkan bagaimana nilai sebuah perusahaan bisa berubah drastis di tangan manajemen yang tepat.

Baca Juga: 24 Jam Nonstop Awasi Bos PT JN Adjie, KPK Gandeng Ketua RT, Kenapa?

“Setelah dikelola perusahaan itu masih merugi juga dan akhirnya dibeli oleh perusahaan lain dari Rusia. Juga masih rugi. Akhirnya perusahaan itu dibeli perusahaan dari China. Dan Mereka punya manajemen teknologi yang bagus, sehingga perusahaan itu untung besar,” ujar Rhenald, yang memiliki pengalaman sebagai komisaris di berbagai BUMN besar seperti PT Telkom, PT Pos Indonesia, dan PT Angkasa Pura.

Hakim kemudian menguji Rhenald dengan pandangan lain, bahwa BUMN seharusnya lebih fokus pada pelayanan publik ketimbang agresif mencari laba lewat aksi korporasi seperti akuisisi.

Namun, Rhenald Kasali mengingatkan bahwa di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, BUMN justru harus inovatif dan tumbuh.

Menurutnya, laba besar bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia: pelayanan publik yang lebih baik.

“BUMN harus punya laba besar agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Bagaimana bisa memberikan pelayanan,” kata Rhenald.

Ia menganalogikan, pertumbuhan perusahaan di era ini bisa dilakukan secara anorganik, yaitu melalui akuisisi.

Load More