Suara.com - Tentangan terhadap rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh Konsumen kian meluas.
Pasalnya, revisi Permen soal PLTS Atap itu tergesa-gesa dan tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait, khususnya PLN dan Kementerian Keuangan, yang akan terkena dampak penerapan permen tersebut.
Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Kementerian ESDM harus menimbang secara mata rencana mengubah aturan mengenai PLTS Atap kendati alasannya demi meningkatan kapasitas penggunaan PLTS Atap secara masif.
Dia khawatir aturan pengganti nanti jadi celah bagi pengusaha nakal untuk terjun ke sektor ketenagalistrikan melalui cara yang tidak tepat.
"Kami (Komisi VII) akan tanyakan dalam Raker dengan Menteri ESDM. Dari semua pihak yang terkait dengan PLTS Atap, yang terkait PLN akan menjadi pihak yang akan dirugikan. Sudah utangnya banyak, mesti membeli lagi listrik dari PLTS Atap yang mayoritas punya orang-orang kaya di perkotaan. Padahal pasokan listrik di kota kan oversupply," ujar Mulyanto saat diskusi dengan editor energi secara virtual ditulis Kamis (19/8/2021).
Menurut doktor teknik nuklir dari Jepang ini, jika pemerintah ingin mendorong energi baru dan terbarukan (EBT) dan menggerakkan minat masyarakat maka pemerintah harus memfasilitasi, seperti ada insentif atau regulasi yang mendukung.
Rancangan permen ESDM soal PLTS Atap dinilai bagus untuk mendorong produksi listrik EBT. Namun bila yang menikmati regulasi ini pelanggan di wilayah Jawa-Bali-Sumatera yang surplus listrik, apalagi di perumahan mewah di kota besar, selain PLN akan semakin buntung juga melukai rasa keadilan.
“Surplus listrik makin bertambah, mesin argo TOP (take or pay) makin tinggi, plus PLN harus bayar tambahan selisih ekspor-impor listrik PLTS sebesar 35 persen tarif. Karena sekarang ini tarif ekspor-impor=1:0.65, sedangkan yang menikmati adalah rumah mewah orang kaya di kota,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini.
Seharusnya, lanjut Mulyanto, dalam aturan tersebut ada batasan, misalnya, hanya berlaku di daerah minus listrik; dan diproduksi oleh lembaga sosial seperti pesantren, lembaga pendidikan, rumah sakit dan sejenisnya.
Baca Juga: UMKM Diminta Terlibat dalam Proyek Konversi Sepeda Motor Bensin ke Listrik
“Bukan dari rumah mewah di kota yang surplus listrik lagi,” katanya.
Menurut Mulyanto, pengembangan PLTS Atap di wilayah yang surplus dinilai tidak ada urgensinya dan tidak tepat.
“Jangan yang mubazir lah, kan tak bagus. Kalau ini dijadikan alat marketing, bisa-bisa ditengarai mereka yang mendorong permen ini. Apalagi dimasa pandemi, ini jadi ketidakadilan. Rumah mewah sekian miliar dengan PLTS Rooftop,” katanya.
Dia meminta pemerintah melihat secara objektif kewajaran produksi listrik di setiap tempat. Besaran itu ditentukan oleh kewajaran kebutuhan dimana listrik itu diproduksi.
“Tentu besaran produksi listrik di perumahan berbeda dengan industri," tegas Mulyanto.
Hal ini, kata Mulyanto, perlu diatur agar tidak ada pengusaha yang membonceng Permen ini untuk kepentingan bisnisnya. Tidak sedikit ditemukan pengembang perumahan mewah menjadikan fasilitas PLTS Atap sebagai bahan jualannya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
-
Rupiah Bangkit Perlahan, Dolar AS Mulai Terpojok ke Level Rp16.760
Terkini
-
Bank Mega Syariah Salurkan Pembiayaan Sindikasi Senilai Rp870 Miliar
-
PPN Buka Suara Soal Rencana Pemerintah Stop Impor Solar pada 2026
-
Tarif Ekspor Indonesia ke AS 'Dipangkas' dari 32% ke 19%, Ini Daftar Produk Kebagian 'Durian Runtuh'
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Fenomena Discouraged Workers: Mengapa Jutaan Warga RI Menyerah Cari Kerja?
-
Prabowo Mau Temui Donald Trump, Bahas 'Kesepakatan Baru' Tarif Dagang?
-
Di Balik Tender Offer Saham PIPA Oleh Morris Capital Indonesia
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Geliat Properti Akhir Tahun: Strategi 'Kota Terintegrasi' dan Akses Tol Jadi Magnet Baru
-
AS Incar Mineral Kritis Indonesia demi Diskon Tarif Ekspor Sawit dan Kopi