Suara.com - Meski menuai banyak kritikan terhadap kondisi utang Indonesia saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap memastikan jumlah utang RI masih dalam kondisi yang aman.
Berdasarkan data Bank Indonesia, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan II-2021 mencapai 415,1 miliar dolar AS atau setara Rp 5.964 triliun.
Jumlah itu menurun 0,1 persen dibandingkan triwulan sebelumnya yang 415,3 miliar dolar AS.
"Indonesia relatif terjaga sebenarnya. Kalau dari peraturan perundang-undangan Keuangan Negara, batas utang adalah 60 persen PDB. Sekarang masih 39,4 persen PDB, masih jauh di batas bawah Undang-undang Keuangan Negara. Insya Allah kita masih aman," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman dalam acara Sarasehan Virtual 100 Ekonom, Kamis (26/8/2021).
Luky pun bilang pemerintah selalu senantiasa mengelola utang dengan penuh kehati-hatian, dan menjaga risiko utang agar tidak membebani keuangan negara di masa depan.
Di acara yang sama, Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Noer Azam Achsani meminta kepada pemerintah untuk kalem dalam menarik utang disaat ekonomi yang sedang lesu akibat Pandemi Covid-19.
Bahkan, Noer mengibaratkan jumlah utang Indonesia bagai bus besar yang tengah berjalan dengan kondisi yang tidak begitu baik.
"Kita ini ibarat naik bus besar, jalan kencang di tol, padahal ada banyak tanda masalah," katanya.
Untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah agar untuk berhenti sejenak dalam menarik utang dan melihat kondisi yang sebenarnya telah terjadi pada ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Jumlahnya Mengkhawatirkan, Jokowi Diminta Kalem Tarik Utang
"Kalau saya bilang mungkin ada baiknya kita parkir dulu deh di rest area, baru kita lihat lagi ini semua aman tidak, kalau aman baru dipacu lagi," katanya.
Ia mengatakan usulan agar penarikan utang sedikit direm karena jumlahnya sudah terlalu tinggi.
Dia bilang per Juni 2021, tercatat jumlahnya mencapai Rp 6.554,56 triliun.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, kata dia, adalah soal utang yang jatuh tempo dengan waktu yang dekat, dari catatannya saja hingga lima tahun kedepan utang jatuh tempo yang harus dibayarkan oleh pemerintah meningkat drastis.
"67 persen SBN yang akan jatuh tempo pada 2025 itu dikeluarkan pada 2018, 2019, 2020. Kalau ditarik dari 2015, porsinya naik jadi 84 persen yang akan jatuh tempo pada 2025. Ini menunjukkan kekhawatiran," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok