Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui keheranan terhadap industri alat kesehatan dalam negeri.
Pasalnya, kata Luhut, impor alat-alat kesehatan masih tinggi di tengah pandemi covid-19. Padahal, beberapa bahan baku alat kesehatan berasal dari dalam negeri.
Dia menilai, pelaku industri alkes di Indonesia seakan-seakan tidak memanfaatkan bahan baku tersebut, sehingga memutuskan impor.
"Ini yang semestinya kita buat, reagen impor, bagaimana kalau kita buat. Pasar kita 275 juta orang. Kenapa alkes buatnya di Pakistan, padahal bahan bakunya di kita," ujar Luhut dalam Webinar Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanaan Industri Alat Kesehatan, Senin (30/8/2021).
Mantan Menkopolhukam ini mengungkapkan, nilai impor alkes masih tinggi dibandingkan ekspornya.
Ia merinci, nilai impor alkes sebesar USD 912 juta, sedangkan nilai ekspor sekitar USD 556 juta.
Luhut menegaskan, para industri alkes bisa berbenah, dan bisa mengedepankan produk dalam negeri ketimbang harus impor.
"Coba segera bekerja sama. Misal, jarum suntik, ini bisa dikaitkan dengan bajanya Morowali. Jadi ini bisa kita kawinkan semua. Bahannya banyak di Indonesia. Beberapa memang ada yang impor. Tapi jangan sampai kita hanya mengandalkan impor," ucap dia.
Wakil Ketua KPCPEN ini juga bakal meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pada industri obat. Sebab, obat yang beredar saat ini TKDN-nya tak sampai 50 persen.
Baca Juga: Mal Boleh Buka Sampai Jam 21.00, Luhut Sebut Sambil Uji Coba Sistem Pedulilindungi
"Kita mau bikin TKDN-nya 55 persen supaya bisa dalam negeri saja barangnya. China, India, Bangladesh atau Amerika Serikat itu untuk kita belajar."
Luhut pun menegaskan kembali, agar para industri alkes maupun obat untuk mencoba memproduksi barang buatan dalam negeri, meskipun harga alkes dan obat impor lebih murah.
"Kalau mau makai produk dalam negeri Rp 490 triliun lho. Kalau bisa Rp 300 triliun bisa digunakan dalam negeri, kan ini angka gede banget. APD dalam negeri yang dipakai, biar kata APD katanya impor murah, bodo amat."
Berita Terkait
-
Mal Boleh Buka Sampai Jam 21.00, Luhut Sebut Sambil Uji Coba Sistem Pedulilindungi
-
PPKM Diperpanjang Seminggu Lagi, Tapi Yogyakarta dan Bali Masih di Level 4
-
Luhut Somasi Aktivis HAM, Pengamat: Pemerintah Anti Kritik dan Otoriter
-
Menteri Luhut: Pandemi Covid-19 Belum Tentu Selesai 2 Tahun Lagi
-
Dear Bobotoh dan Bon Jovi, Begini Aturan Liga 1 2021
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
Harga Emas Antam Melonjak Drastis dalam Sepekan
-
Hari Minggu Diwarnai Pelemahan Harga Emas di Pegadaian, Cek Selengkapnya
-
Orang Kaya Ingin Parkir Supercar di Ruang Tamu, Tapi Kelas Menengah Mati-matian Bayar Cicilan Rumah
-
Mampukah Dana Siap Pakai dalam APBN ala Prabowo Bisa Pulihkan Sumatera?
-
Anak Purbaya Betul? Toba Pulp Lestari Tutup Operasional Total, Dituding Dalang Bencana Sumatera
-
Percepat Pembangunan Infrastruktur di Sumbar, BRI Dukung Pembiayaan Sindikasi Rp2,2 Triliun