Suara.com - Harga minyak dunia berada di jalur untuk kenaikan mingguan terbesar sejak akhir Agustus pada perdagangan akhir pekan ini.
Sentimen pasar didukung oleh berkurangnya kekhawatiran atas dampak varian virus corona omicron terhadap pertumbuhan ekonomi global serta demand BBM.
Benchmark harga minyak global, Brent dan WTI keduanya berada di jalur untuk kenaikan lebih dari 7 persen minggu ini, kenaikan mingguan pertama mereka dalam tujuh pekan, bahkan setelah aksi ambil untung singkat.
Mengutip CNBC, Senin (13/12/2021) minyak mentah berjangka Brent menetap 0,98 persen lebih tinggi ke harga USD75,15 per barel, setelah jatuh 1,9 persen pada hari Kamis.
Sementara itu minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,03 persen menetap di harga USD71,67 per barel, setelah meluncur turun 2 persen dalam sesi bergejolak pada hari sebelumnya.
Awal pekan ini pasar minyak telah memulihkan sekitar setengah dari kerugian yang diderita sejak wabah Omicron pada 25 November. Harga minyak terangkat oleh studi awal yang menunjukkan bahwa tiga dosis vaksin COVID-19 Pfizer menawarkan perlindungan terhadap varian Omicron.
"Pasar minyak dengan demikian telah keluar dari harga 'skenario terburuk' lagi, tetapi akan disarankan untuk meninggalkan risiko residual tertentu pada permintaan minyak," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Faktor harga tetap goyah adalah lalu lintas udara domestik di China, karena pembatasan perjalanan yang lebih ketat, dan kepercayaan konsumen yang lebih lemah setelah wabah kecil yang berulang.
Sementara itu, lembaga pemeringkat Fitch menurunkan peringkat pengembang properti China Evergrande Group dan Kaisa Group, dengan mengatakan mereka telah gagal membayar obligasi luar negeri.
Baca Juga: Pemerintah Cabut Larangan Penjualan Minyak Goreng Curah, Ini Alasannya
Itu memperkuat kekhawatiran potensi perlambatan di sektor properti China, serta ekonomi negara importir minyak terbesar kedua tersebut.
Dolar AS yang lebih kuat, naik menjelang rilis data inflasi AS pada hari Jumat, juga membebani harga minyak. Minyak biasanya jatuh ketika dolar AS menguat karena membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
Terkini
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Target Harga DEWA, Sahamnya Masih Bisa Menguat Drastis Tahun 2026?
-
Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
-
Pemerintah Bidik Gig Economy Jadi Mesin Ketiga Pendorong Ekonomi Nasional
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Jelang Akhir Tahun, BSI Siapkan Uang Tunai Rp15,49 Triliun
-
Menko Airlangga Puja-puji AI, Bisa Buka Lapangan Kerja
-
Hans Patuwo Resmi Jabat CEO GOTO
-
Airlangga Siapkan KUR Rp10 Triliun Biayai Proyek Gig Economy
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026