Suara.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan baru saja merilis aturan pengenaan pajak kripto dan mulai berlaku pada 1 Mei 2022 mendatang.
Pajak yang ditarik adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga Pajak Penghasilan (PPh).
Ketentuan mengenai pajak kripto ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 68 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan juga Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto yang dirilis hari, Selasa (5/4/2022).
Sesuai aturan setiap transaksi dari kripto akan dikenakan PPN. Tarif sebesar 1 persen dari tarif PPN (11 persen) atau 0,1 persen kemudian dikali dengan nilai transaksi jika melalui perdagangan fisik, serta tarif 2 persen dari tarif PPN 11 persen atau 0,2 persen dikali dengan nilai transaksi jika melalui bukan pedagang fisik.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun optimistis bahwa dengan adanya tarif pajak kripto ini bisa meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL Bonarsius Sipayung menjelaskan jika rata-rata transaksi aset kripto di Indonesia sebesar Rp850 triliun per tahun, tentu pajak yang dihasilkan bisa mencapai Rp1 triliun.
"Total transaksi kripto ini sekitar Rp850 triliun, berarti ya coba dikali 0,2 persen deh, jadi sekitar Rp1 triliun," kata Bonarsius secara vertikal, Rabu (6/4/2022).
Sementara itu, Kasubdit Humas DJP Dwi Astuti menegaskan bahwa perkiraan yang disampaikan Bonarsius tersebut mengacu pada nilai transaksi tahun sebelumnya dimana belum diterapkan pajak untuk kripto.
Adapun untuk potensi penerimaan tahun ini akan bergantung pada realisasi nilai transaksinya.
Baca Juga: Mulai Berlaku 1 Mei 2022, Ini Aturan Lengkap Pajak Aset Kripto di Indonesia
"Jadi jumlahnya bisa naik turun, ini sangat bergantung pada actual transaksinya seperti apa," katanya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat hingga Februari 2022 transaksi aset kripto di tanah air mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pelanggan mencapai 12,4 juta.
Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan bahwa perkembangan aset kripto di Indonesia sangat berkembang pesat.
"Hingga Februari 2022 transaksi aset kripto telah mencapai Rp83,8 triliun," ungkap Wisnu saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (24/3/2022).
Puncaknya kata dia pada tahun 2021 lalu dimana jumlah transaksi aset kripto meningkat drastis sebesar 1.222,84 persen
"Mengalami peningkatan yang sangat pesat, di mana pada tahun 2020 hanya transaksinya Rp64,9 juta kemudian meningkat pada 2021 mencapai Rp859,4 triliun," ungkapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Rupiah Melesat di Senin Pagi Menuju Level Rp 16.635
-
Emas Antam Harganya Lebih Mahal Rp 2.000 Jadi Rp 2.464.000 per Gram
-
Jadi Buat Kampung Haji, Danantara Beli Hotel di Makkah
-
IHSG Masih Menghijau Pagi Ini, Simak Saham-saham Cuan
-
Irjen Kementan Kawal Distribusi Bantuan Langsung dari Aceh: Kementan Perkuat Pengawasan
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Rendahnya Utilitas vs Banjir Impor: Menperin Ungkap Tantangan Industri Keramik Nasional
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA