“Target kami pada 2030 produksi minyak mencapai 1 juta BOPD dan gas 12 BScf,” katanya.
Upaya pemerintah untuk mencapai target produksi tersebut salah satunya dilakukan melalui pemberian paket insentif hulu migas yang meliputi (1) penundaan sementara pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau abandonment and site restoration (ASR); (2) penundaan atau penghapusan PPN LNG (penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN) (3) pembebasan biaya pemanfaatan barang milik negara (BNN) sepanjang masih digunakan untuk kegiatan usaha hulu migas; (4) penundaan atau pengurangan hingga 100% atas pajak – pajak tidak langsung; (5) memberikan insentif hulu migas, diantaranya depresiasi dipercepat, perbaikan split untuk KKKS, dan DMO price yang lebih baik; (6) gas dapat dijual dengan harga market untuk semua skema di atas Take or Pay dan DCQ; (7) menghapuskan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak USD 0,22 per MMBTU; (8) pembebasan branch profit tax apabila reinvestasi profit (dividen) ke Indonesia; (9) dukungan dari Kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (baja, rig, jasa dan service) bagi industri penunjang kegiatan hulu migas.
Komaidi Notonegoro menyatakan semua pihak sudah sepakat bahwa industri hulu migas masih sangat penting dan kini tinggal bagaimana mengelolanya secara bijaksana. Indonesia harus belajar dari beberapa negara seperti Brazil, Australia, dan Kanada yang memberikan insentif kepada operator sehingga produksi migas di ketiga negara tersebut ikut meningkat. Hal ini pada gilirannya juga meningkatkan penerimaan negara dari sektor tersebut.
Kajian yang dilakukan Reforminer memperlihatkan bahwa dari 185 sektor industri di Indonesia, sekitar 145 sektor atau 70-80 %, memiliki keterkaitan dengan sektor hulu migas.
“Index multiplier effect mencapai 39. Jadi setiap investasi migas memberikan dampak 3,9 kali dalam perekonomian kita,” katanya.
Menurut Komaidi, sektor hulu migas masih berperan penting bagi perekonomian nasional kendati ada transisi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan. Apalagi, banyak produk derivatif yang dihasilkan dari minyak dan gas.
“Kalau mau melangkah ke transisi energi tentu banyak hal-hal detail perlu bijak dalam melihatnya,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
Kebiasaan Mager Bisa Jadi Beban Ekonomi
-
Jurus Korporasi Besar Jamin Keberlanjutan UMKM Lewat Pinjaman Nol Persen!
-
Purbaya Sepakat sama Jokowi Proyek Whoosh Bukan Cari Laba, Tapi Perlu Dikembangkan Lagi
-
Dorong Pembiayaan Syariah Indonesia, Eximbank dan ICD Perkuat Kerja Sama Strategis
-
Respon Bahlil Setelah Dedi Mulyadi Cabut 26 Izin Pertambangan di Bogor
-
Buruh IHT Lega, Gempuran PHK Diprediksi Bisa Diredam Lewat Kebijakan Menkeu Purbaya
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
IHSG Merosot Lagi Hari Ini, Investor Masih Tunggu Pertemuan AS-China
-
Ada Demo Ribut-ribut di Agustus, Menkeu Purbaya Pesimistis Kondisi Ekonomi Kuartal III
-
Bahlil Blak-blakan Hilirisasi Indonesia Beda dari China dan Korea, Ini Penyebabnya