Suara.com - Semakin murahnya harga tandan buah segar (TBS) sawit yang dihargai Rp300 per kilogram membuat petani di Desa Lahai Kemuning, Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Indragiri Hulu, Ria murka. Mereka membakar pohon sawit yang telah ditanam 12 tahundan masih produktif di lahan seluas satu hektare.
Bentuk protes tersebut merupakan reaksi petani sawit, lantaran tidak pernah diperhatikan pemerintah karena harga tandan buah segar sawit saat ini terus jatuh dan tidak lagi membantu ekonomi keluarga mereka.
Kecewa harga tandan buah segar (TBS) sawit hanya dihargai Rp300/kg di tingkat pengepul, petani sawit di Desa Lahai Kemuning, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau meluapkan kekesalannya dengan membakar pohon sawit yang masih produktif karena dianggap tak bermanfaat lagi bagi ekonomi keluarga.
"Pohon sawit sebanyak 140 batang dalam kondisi berproduksi, gosong akibat dilahap api. Pohonnya masih berdiri kokoh, tapi sudah hangus," kata Kepala Desa Lahai Kemuning Ahmad Rois seperti dikutip Wartaekonomi.co.id-jaringan Suara.com.
Ia juga membenarkan, jika petani di daerah tersebut sangat berharap pemerintah bisa memikirkan nasib mereka sebelum mengambil kebijakan.
"Sejak larangan ekspor CPO dan turunannya diberlakukan, harga kelapa sawit terus terombang-ambing. Situasi tak berubah meski larangan itu diicabut," katanya.
Selain itu, ia mengemukakan, jika harga tersebut tidak cukup lagi untuk merawat tanaman kelapa sawit yang selama ini menjadi tempat mereka bergantung hidup.
"Yang sangat menjerit adalah kami petani kecil di pelosok desa, bukan korporasi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak cukup lagi dari hasil penjualan TBS kelapa sawit. Apalagi, biaya perawatan kebun seperti pupuk mengalami kenaikan," katanya.
Tak hanya itu, ia juga mengkritik banyaknya kutipan terhadap produk sawit yang selama ini diberlakukan, lantaran beban tersebut sangat dirasakan petani kecil.
Baca Juga: Makin Anjlok, Ini Daftar Harga Sawit Riau Sepekan ke Depan
"Jangan terlampau dibebani sawit kami dengan PE (pungutan ekspor), BK (bea keluar), dan DPO (domestic price obligation) karena semua beban tersebut sangat berdampak terhadap harga sawit kami di lapangan," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
Harga Emas Antam Melonjak Drastis dalam Sepekan
-
Hari Minggu Diwarnai Pelemahan Harga Emas di Pegadaian, Cek Selengkapnya
-
Orang Kaya Ingin Parkir Supercar di Ruang Tamu, Tapi Kelas Menengah Mati-matian Bayar Cicilan Rumah
-
Mampukah Dana Siap Pakai dalam APBN ala Prabowo Bisa Pulihkan Sumatera?
-
Anak Purbaya Betul? Toba Pulp Lestari Tutup Operasional Total, Dituding Dalang Bencana Sumatera